Memeluk Matahari | Episode 3 | Fictioong
B E R T A H A N
Firda terus asyik
dengan excelnya dan satu sheet terakhir
pun telah selesai dikerjakan. “Kelaaar ” tambah Firda tiba-tiba memecah
keheningan.
“Yuk bergegas,
jangan lupa beberes dulu ya” Terang Santi
“Oke bu” Jawab para
karyawan bersamaan.
Tepat pukul 21.00
Firda tiba di kosannya. Tidak besar, namun cukup layak untuk menemani masa
istirahat Firda yang kadang jenuh dengan urusan biji kakao.
“Alamaak udah
menggunung aja pakaian ini, besok abis shalat subuh kudu dieksekusi nih” ujar
Firda yang disibukkan pakaian kotornya. Menyortir
pakaian kotor adalah salah satu aktivitas wajibnya sebelum tidur. Dia harus
sedisiplin itu.
Alarm berdendang
dari handphone mungil Firda berkokok
rasanya kian cepat, dengan terkantuk-kantuk ia bergegas meninggalkan tempat
ternyamannya. Gemericik air wudhu membasahi satu per satu bagian tubuhnya,
perlahan hilangkan kantuk yang merajai batinnya. Semua memang harus
diperjuangkan, termasuk berduaan dengan Tuhan di sepertiga malam. Firda sadar
betul, terlalu banyak hal yang ingin dicapainya.
“...kuatkanlah
hamba ya Allah, dan tetapkan lah hati ini jika benar bahwa lingkungan ini mampu
membuat hamba menjadi lebih baik...” ucap Firda.
Itu adalah
sebagian kecil dari banyaknya list permintaan yang dicatatnya. Bagaimana tidak,
setiap hari dia harus berjibaku melalui rutinitas kantor yang disadarinya sangat
menyita banyak waktunya. Pada akhirnya dia hanya bisa mencoba lebih menikmati
pekerjaannya hingga hatinya benar-benar jauh dari kegamangan.
***
“Gennngennngenggg“
suara motor Firda memecah keheningan kantor Purwobarokah yang masih sunyi dari
karyawan. Sebagian besar karyawan nampaknya dijadwalkan masuk lebih siang demi
menebus mengistirahatkan tubuh yang terkuras hingga malam hampir larut, namun
tentu itu tidak berlaku bagi Firda.
Perlahan ia
menyusuri trotoar kantornya yang dihiasi tanaman melati di sisi kanan kirinya.
Lumayan memperbaiki mood, hingga
radar pendengarannya mencapai dialog yang nampak tengah dirahasiakan.
“Ia Ben, Genta sepertinya
tak akan lama lagi disini. Sepertinya ia tak sanggup bertahan dengan atmosfer
divisi Quality control yang cukup
keras” ujar Romi
“Ah. kamu tau dari
mana? wong kemarin Genta masih lembur kok” tanya Luki tak percaya
“Ya bener toh,
semalam tuh dia udah membulatkan tekad untuk menghadap bu Santi. Kasian tim QC
bakalan ditinggal personil saat sedang sibuk-sibuknya. Kudu cari pengganti yang baru dan pekerja keras lagi.”
tegas Romi
Pembicaraan
tentang resign, menjadi hal yang biasa
didengar Firda. Betapa tidak, hampir setiap bulan selalu ada karyawan yang
memutuskan untuk pamit undur diri.
Langkah kaki Firda
pun sampai di lobi kantor. Disana sudah ada Fika, asisten bos QC yang tengah
asik memandangi laporan bulanan.
“Pagi mba Fika,
belum jam 8 udah di kantor aja mba” sapa Firda
“Hehehe.. harus
semangat dong, kerjanya jam 8 so sebelum
bel berbunyi memang sudah harus kita ada disini, da”
Firda melemaskan
seluruh badannya di sofa berwarna beludru, tepat disamping Fika.
“kenapa kamu da?”
“Mba Fika udah
lumayan lama kan kerja disini? kayaknya udah hampir 3 tahunan.. Apa sih yang
membuat mba sanggup bertahan dengan iklim kerja yang ya... mba udah tahu
sendiri kan?”
Mba Fika tiba-tiba
menutup bunder laporan yang dipandanginya. Seolah antusias dan paham dengan
kegamangan yang Firda.
“Gini loh da.
Kalau dibilang ngeluh hingga nyaris pengen resign..
mba ga munafik ya. Jelas mengeluh karena kelelahan itu pernah mba rasakan. Tapi
mba ga berlama-lama meratapinya. Kita kadang perlu merenungkan bahwa... ‘terjebak’
bisa jadi sebuah kesempatan bagi kita untuk berkembang. Kamu perlu memikirkan itu
da. Setiap orang memang punya pilihan. tapi jangan sampai gegabah” ucap mba
Fika yang kemudian asik lagi dengan bundel laporannya.
Firda terdiam
mencerna kalimat Fika, “kesempatan untuk berkembang.. hmm sepertinya patut
untuk dicoba..” ucap Firda membatin.
Jika melihat mba Fika,
memang dia sangat tangguh. Pulangnya kadang lebih lama darinya, namun menjadi
yang paling pagi datang ke kantor. Belum lagi tugasnya yang banyak mulai dari
memastikan laporan bulanan yang Firda buat itu jauh dari kesalahan,
mengoordinir para analis, hingga pada urusan beli membeli bahan dan peralatan
lab. Semua bisa dilakoninya dengan kesalahan yang minim. Heran deh., padahal
dia pintar dan masih muda. Kalau dia mau, bisa saja beralih pada perusahaan
lain.
“Mba bahagia?”
tanya Firda
“Iya
alhamdulillah, kalau senang disyukuri.. kalau susah ya disabar-sabarkan. Kalau
dihitung-hitung, rasanya hikmah dari kelelahan yang mba rasakan itu jauh lebih
besar da. Mungkin orang lain melihat mba bisa melalui semua pekerjaan ini
dengan baik, tapi kadang mba juga rapuh. Tapi disisi lain mba jadi belajar
banyak tentang manajemen, tentang lab dan pengawasan mutu bahan baku serta
produk, cara berkolega dengan pejabat perusahaan, dan masih banyak lagi. Ya
itulah Maha Baiknya Allah. Kadang kita terlalu fokus dengan hal yang tidak
mengenakkan bagi kita”
“Udah ya da, mba
mau masuk dulu. Semangat, mba yakin kamu bisa belajar banyak disini. Memang
harus sabar dulu..” terang mba Fika sembari mengangkut tas ransel merahnya
“Iya mba, makasih
loh” jawab Firda setengah berteriak.
Mungkin ini
jawaban yang Firda tunggu, sebuah kekuatan yang mampu menguatkan batinnya.
Matahari terlalu sulit untuk dipandang apalagi didekap. Begitupun dengan
kepayahan serta kesulitan yang dilalui Firda. Tapi jika itu mustahil untuk
dilalui.. akankah Firda cukup tangguh dan optimis untuk setidaknya mencoba bertahan?
----B E R S A M B U N
Guuuuuyss---
#ODOPBatch7
#OneDayOnePost
mohon
masukannya kakak-kakak :) terima kasyiiihww
Baca episode 1 Disini
Baca episode 2 Disini
7 komentar
Qc itu harus tangguh, banyak musuhnya, tonggak kualitas dari produksi. Semangat
BalasHapusKeren kak
BalasHapusBagus kak...
BalasHapuswaaah keren nih semangaaaaat :)
BalasHapusBagus sekali.kakak
BalasHapusInsya Allah bisa dan mampu. Semangaat!
BalasHapusInsya Allah tetap semangat🥰
BalasHapus