Hitung-hitung

by - 12:35 AM


Pagi ini Bogor terlihat sangat cerah. Tapi engga dengan diriku. Perutku sudah berbunyi-bunyi tidak jelas. Bagai memberi tanda bahwa dia sedang tidak baik-baik saja. Bukan kelaparan, bukan karena tamu bulanan yang akan datang. Ahh, aku rasa engkau pasti tahu jawabannya.
Langkah kakiku pelan-pelan menembus hiruk pikuk pagi yang mulai ramai. Tak jauh dari pandanganku, sekumpulan pengemudi ojek online pun telah berseragam rapi, diam memandangi gawai berharap satu demi satu order-an bermunculan. Pagi ini ku memutuskan untuk tidak masuk laboratorium sebab perut yang tidak bersahabat. Meski demikian aku memaksakan diri menuju bank yang berada tepat di depan kosanku. Apa lagi kalau bukan karena kartu debit yang terblokir. Pukul 07.49 aku sudah berdiri mematung di depan pintu masuk bank. Berjibaku dengan belasan orang yang juga berharap mendapat antrian customer service yang paling awal. Bersyukur urusan kartu terblokir berhasil terselesaikan dalam waktu yang cepat.

takern from here

Mungkin langkah kaki agak berat dibanding biasanya. Sepatuku tertinggal di kos lama, alhasil hari ini memberanikan diri memakai sepatu wedges. Alih-alih meratapi sepatu tinggi, ku paksakan saja kakiku menuju lab untuk memboyong pulang jas lab yang sudah saatnya bermandikan busa karena saking lusuhnya. Yes, hanya singgah sebentar di kampus. Lalu ku beralih menuju toko yang menjajakan kipas angin bekas layak pakai. Jaraknya lumayan jauh, apalagi jika dibersamai sepatu ini dan perut yang terus-terus mengeluarkan bunyi cairan encer hemmm...
Sayang sungguh sayang tokonya tutup padahal waktu sudah menunjukkan pukul hampir 09.30. “Sesuatu yang tidak biasanya terjadi. Biasanya sudah buka neng” kata bapak pemilik toko kelontong menjawab tanyaku. Fisik yang sudah tidak mampu menunggu lebih lama membuatku memilih pulang tanpa memboyong kipas angin impian.
Apa daya hari ini kulalui lebih singkat dari biasanya diluar kos. Selebihnya ku habiskan hanya untuk tidur saja karena fisik yang lemah. Jika ku hitung-hitung maka cukup rempong juga hari ini. Tapi kalau direnungi rasanya hal yang patut disyukuri masih jauh lebih banyak. Allah menahan perutku untuk tidak berkontraksi yang tidak-tidak selama mengurusi beberapa hal diluar kos, aku  mendapat antrian 1 di customer service bank yang biasanya mencapai angka 30an yang menunggu untuk dilayani hingga adzan ashar menjelang.  Keduanya adalah contoh kecil dari nikmat yang aku syukuri hari ini. Hitung-hitungan ku sebagai manusia biasa tak ada apa-apanya. Pada akhirnya kita menyadari bahwa tidaklah semua kejadian yang menyedihkan itu terjadi, melainkan bersamaan dengan suatu nikmat yang juga sama-sama besar (bahkan bisa lebih besar) untuk kita syukuri.  Semoga keluhan demi keluhan hanya tertahan dihati untuk perlahan kita tepis, tidak untuk diucapkan yang membuat kita lagi-lagi lupa atau sulit merenungi nikmat yang perlu untuk disyukuri. Sabar. Bersyukur dulu, nanti Allah tambah.


#ODOPBatch7
#OneDayOnePost

You May Also Like

5 komentar

  1. bersyukur :) mantap kak tulisannya, semangaaat :)

    BalasHapus
  2. Pantang mengeluh dan selalu bersyukur, yes!

    Oh... Ya kak sedikit perbaikan
    Engga=tidak
    Ku memutuskan=Aku memutuskan atau kuputuskan
    Antrian=antrean
    Adzan=azan
    30an=30-an
    1= pertama
    Kos=kost
    Paragraf terakhir kepanjangan

    Tetap semangat!

    BalasHapus

Blog Archive

Entri yang Diunggulkan

Ibrah: Orang-orang Pergi. Apakah Mereka Kembali?

Bismillah. Kepergian itu sulit. Tapi, kehilangan lebih sulit lagi. Mengapa orang-orang harus saling meninggalkan? Jawabannya membawa saya...

Nobody's perfect

Pengikut