Memeluk Matahari | Episode 2 | Fictioong
MENCOBA
Langit
senja benar-benar akan meninggalkan Firda yang sibuk dengan komputernya. Malam
yang kelam kini hadir, identik dengan istirahat memang. Tapi Firda masih
mencoba menyelesaikan pekerjaannya hari itu juga. Kegamangan untuk resign sudah kerap hadir beberapa kali
ini. Badannya letih, namun upah pun begitu saja.
Namun
bagi Firda itu sebuah kalimat yang paling sia-sia apabila dibiarkan berlarut.
Ia kemudian teringat betapa dia ingin bekerja selepas menyandang gelar sarjana.
Butuh perjuangan. Belum lagi melihat CV ratusan orang yang tertolak bergabung
di PT. Purwobarokah karena tidak sesuai spesifikasi.
“Nggak
sekarang yaallah. Bekerja keras adalah caraku mensyukuri nikmatmu. Betapa
banyak pengangguran diluar sana. Masa iya aku mengeluh setelah Allah
mengabulkan doaku” Firda membatin sambil menguatkan hati.
Tersisa
empat truk lagi. Suasana ruangan Firda masih ramai, sesekali guyonan rekan
kerjanya berhasil memecah keheningan yang begitu dingin, semua orang sibuk
menyortir bahan baku. Ya, mereka berburu agar cepat kelar, ingin pulang cepat,
rebahan dan menghabiskan waktu dengan orang tersayang.
“Mba
Santi kayaknya kualitas supplier F 2765
HU menurun dibandingkan biasanya. Persentase jamurnya meningkat mba, bisa-bisa
akan berimbas pada aroma coklat yang dihasilkan produk kita nanti. Belum lagi
peluang toksin berbahaya yang diproduksi jamur. Kalau kita terima kali ini,
bukan tidak mungkin besok bakalan mengantar bahan baku yang seperti ini lagi
kualitasnya mba” terang Tio yang mencoba objektif di waktu yang makin gelap.
“Supplier
F 3876 GU juga mengantar barang yang nggak begitu oke mba. Kayaknya lepas panen
langsung diantar kesini deh, masih sangat basah. Kadar airnya jauh melebihi
spesifikasi 7% kita, bisa-bisa mengundang jamur buat tumbuh mba” sela Rozi
“Terima
saja lah. Kasihan loh mereka tuh ngantri dari siang dan ternyata ditolak juga.
Mana ngantarnya dari daerah” ucap Genta kurang bersemangat, sepertinya sudah
jenuh berkutat dengan biji kakao seharian
“Kasihan
emang kasihan sih, tapi ini adalah pertanggungjawaban kita kepada konsumen
coklat Vanana. Kalau ada yang keracunan, siapa coba yang mau disalahin?” kata
Risa
“Ancul
setuju nih, biar jadi pelajaran berharga juga kan buat para supplier. Toh
diawal udah dikasi tahu spesifikasi maksimal toleransi jamur dan kadar air biji
kakaonya” Ucap Ancul serius
“Yo
wes lah, Bener yang anak-anak bilang Genta. Letih memang, tapi kita ga boleh
longgar terhadap kualitas bahan baku kita. Bagaimanapun kualitas produk berasal
dari bahan baku yang baik. Keabayang kan kalau sejak awal kita menggunakan
bahan baku yang kualitas rendah bahkan beracun.” Terang Santi
“Oke
dua truk tersebut adalah dua truk terakhir kita. Ditolak saja dan ditulis
catatan tentang cacat bahan bakunya ya Firda.” Lanjut Santi
“Oke
mba. Artinya besok antrian apakah kemungkinan masih akan sebanyak ini mba?”
tanya Firda sambil menunggu-nunggu jawaban yang berlawanan
“Jelas
Firda, kita sedang membutuhkan banyak bahan baku dan ini masih pekan ketiga
dari panen raya. Semangat saja ya” Jawab Sinta
Firda
kembali terdiam menyelami kata-kata mba Sinta. Artinya selama beberapa hari dan
pekan kedepan dia masih harus berjibaku
hingga matahari tenggelam di kantor. Alamak kapan dia istirahatnya.
“Teman-teman
besok Rozi, Suta, dan Luki masuk jam 7 ya. Ohya Firda besok kamu masuk pagi ya
karena ga ada yang bisa gantiin tugas kamu. Nanti pulangnya jam 2 aja. Sejam
lebih cepat. Nanti jam 2 sampai 10 malam tugas kamu di handle sama Pungki” Jelas Sinta
“Baik
mba” Ucap Rozi, Suta, Luki
“Tapi
kami besok pulan jam berapa mba?” Tanya Rozi
“Jam
3 Zi, bahan baku banyak. Kita butuh tenaga untuk bantu menyortir biji kakao.
Itu lagi kalau bahan baku membludak Rozi dan Suta siap-siap lembur ya. Luki kamu
lemburnya lusa saja, karena dua harian ini sudah kerja lebih lama” Jawab Sinta
“Baik
bu” jawab Rozi dan Luki bersamaan.
Firda
menyimak kembali celotehan bos dan teman-temannya. Tantangan ini masih akan
berlanjut cukup lama untuknya, artinya lembur masih akan jadi kebiasaan bagi
Firda. Disisi lain ini adalah kesempatan yang lebih panjang baginya untuk
belajar banyak hal yang tak dapat ditemui di text book kampusnya dulu. Firda hanya bisa menguatkan hatinya untuk
lebih bersyukur dan bersungguh-sungguh. Teman-temannya besok justru masih harus
kerja lebih lama dari dia.
“Kuat
Firda, ingat lagi orang-orang yang gelisah nunggu panggilan kerjanya. Mencoba
lah untuk kerasan lebih lama. Pasti ada
kejutan yang Allah ingin bilang kepadaku. Allaah ingin aku belajar lebih keras”
ucap Firda mencoba tetap bergairah dengan medan kerjanya yang masyaallah.
“Kelaaaaar”
Sorak Firda sembari menutup jendela excelnya. Cukup. Perjuangan hari ini cukup
sampai disini.
Mari bersua esok lagi.
----B E R S A M B U N Guuuuuyss---
#ODOPBatch7
8 komentar
Keren nih:)
BalasHapusLanjuttt mba 💙
BalasHapusSemakin seru kakak, ceritanya inspirasi sekali
BalasHapus#semangat
Masya Allah...
BalasHapusKeren mbak
BalasHapusKerja di lab bahan baku yaa...
BalasHapusaku pernah merasakannya...😊😊😊
Good Job Firda 😉
BalasHapusada typo dan kesalahan penulisan, Kak!
Semangaat!
waaah semakin semangaaaat nih :) lanjutkan kak :)
BalasHapus