16 Oktober, Sebentar Lagi Guys!!
Tanggal 16 Oktober mendatang kita
akan memperingati hari pangan sedunia. Persatuan Ahli Teknologi Pangan
Indonesia (PATPI) menghimbau kampus-kampus dibawah naungannya untuk turut serta
menyambut dan memperingati hari tersebut. Di kampus IPB tercinta telah diadakan
Belajar dan Praktik pembuatan beras
analog sebagai upaya untuk mengurangi konsumsi nasi (red: beras-padi).
Diskusi tersebut dibawakan oleh inovator beras analog yang juga merupakan dosen
di departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP) IPB, Prof. Dr. Slamet Budijanto, serta penggiat beras analog juga dosen
ITP IPB bapak Dr. Faleh Setia Budi.
Prof. Slamet yang bersalaman dengan Prof. Harsi, Ketua Prodi Ilmu Pangan IPB
Diskusi tersebut dihadiri oleh
sejumlah mahasiswa pangan IPB yang menjadi perwakilah daerah sejumlah provinsi
di Indonesia, dengan harapan kelak ilmu yang diperoleh dapat diaplikasikan di
daerah masing-masing. Melalui pertemuan tersebut, kami diberi pencerahan bahwa
Indonesia begitu kaya akan sumberdaya alam (dalam hal ini bahan pangan yang beraneka
ragam). Dulunya para penduduk Indonesia juga tidak hanya menjadikan beras
sebagai pangan pokok, tapi berbagai sumber karbohidrat lainnya seperti
umbi-umbian, sagu, hingga jagung.
Sebenarnya hingga detik ini kita
masih mengonsumsi umbi-umbian tersebut namun dalam konteks sebagai cemilan,
bukan sebagai pangan alternatif pengganti beras. Pada akhirnya setelah makan
ubi goreng, kita tetap saja makan nasi karena rasanya belum kenyang kalo belum makan nasi. Oleh karena itu, pendekatan
dengan beras analog adalah salah satu upaya yang diperjuangkan dan digeluti Prof. Slamet selama bertahun-tahun
untuk ‘mengakali’ diversifikasi pangan pokok di Indonesia. Harapannya,
masyarakat dapat mengonsumsinya sebagaimana mengonsumsi nasi yang berasal dari (padi).
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia “Online”, Analog dapat diartikan sebagai sama; atau serupa.
Maka “Beras Analog” dapat diartikan sebagai pangan selain beras yang
diolah hingga memiliki kenampakan serta fungsi yang menyerupai beras. Melalui
teknologi pangan, beragam bahan pangan yang tinggi karbohidrat seperti sagu,
jagung, umbi-umbian (ubi jalar, gadung, ganyong, uwi, ketela, dan lain-lain)
dapat diolah atau diproses hingga menyerupai kenampakan beras pada umumnya.
Proses pembuatan beras analog salah
satunya melalui proses ekstrusi panas. Mesin ekstrusi panas ini melibatkan
beberapa proses seperti pencampuran, pemanasan, dan pencetakan. Kebetulan di
kampus IPB Dramaga (tepatnya di lab. Technopark) untuk mesin ekstrusi panas, yang
tersedia hanya jenis mesin ekstruksi untuk membuat produk puff seperti produk komersil chiki-chiki,
sedangkan mesin ekstrusi yang compatible untuk
membuat beras analog berada di kampus IPB Taman Kencana [Note: produknya bisa kita peroleh di kios Serambi Botani, Botani
Square, kota Bogor]. Oleh karena itu sebagai bentuk latihan, yang kita gunakan
adalah mesin ekstrusi di kampus IPB Dramaga.
Proses pembuatan beras analog
terdiri atas tahapan pencampuran bahan, ekstrusi, pengeringan hasil ekstrusi
untuk menghasilkan beras analog kering (menggunakan oven). Beberapa bahan yang
digunakan saat praktik atau simulasi adalah tepung singkong, tepung beras (untuk
meningkatkan kadar amilosa selama proses karena tepung singkong saja tidak
cukup. Amilosa ini hadir pada setiap bahan pangan yang tinggi karbohidrat
kompleks jenis pati. Amilosa tinggi diperlukan dalam membuat beras analog), air (proses ekstrusi memerlukan adonan
dengan komposisi air tertentu dan juga berfungsi sebagai plastisizer sehingga adonan beras analog mudah mengalir dalam mesin
ekstruder), serta pelumas (untuk
menghindari gesekan antara adonan dan komponen mesin ekstrusi yang dapat
meningkatkan suhu yang tidak diinginkan selama proses ekstrusi, sekaligus
sebagai pengikat bahan).
Praktik pembuatan beras analog ini
dibimbing langsung oleh Dr. Faleh, bersama
seorang teknisi ‘beras analog’ berpengalaman yaitu bapak Zainal. Mungkin karena
pelumas yang digunakan saat praktik adalah minyak goreng (bukan GMS
(emulsifier Gliserol Monostearat) yang harusnya digunakan), maka adonan
yang terbentuk cenderung lengket. Selain itu beras yang dihasilkan dari proses
ekstrusi dan siap dikeringkan terlihat mengembang, diduga karena mesin ekstrusi
yang digunakan memang diperuntukkan untuk membuat puff.
Proses pencampuran
Detil pengatur kecepatan dari mesin ekstrusi
Detil pengatur suhu disejumlah bagian mesin ekstrusi
Adonan siap memasuki area strew untuk dipanaskan dengan suhu tertentu
mesin ekstrusi dari samping
kenampakan beras analog hasil simulasi yang cenderung mengembang
Diskusi dan praktik singkat ini
cukup untuk membuka wawasan tentang masa depan Indonesia. Perlahan tapi pasti
generasi berikutnya akan lahir dan tentunya memerlukan makanan. Jika terus
bertumpu pada beras (red: dari padi) sebagai
-satu-satunya- makanan pokok maka kita akan kewalahan, sebab lahan akan
semakin terbatas seiring meningkatnya penduduk yang juga membutuhkan tempat
tinggal. Beras analog adalah salah
satu solusi yang dapat kita coba, dan kita viral-kan sebagai upaya kita untuk mencintai pangan lokal serta
mengurangi konsumsi pangan berbasis beras. Tentu saja ini dimulai dari diri
sendiri, lalu kepada masyarakat luas ^^
Tetap semangat dan cintai pangan
lokal kita. Selamat menyambut Hari
Pangan SeDUNIA -16Oktober mendatang :)
#ODOPBatch7
#OneDayOnePost
0 komentar