16 Oktober, Sebentar Lagi Guys!!

by - 6:24 PM


Tanggal 16 Oktober mendatang kita akan memperingati hari pangan sedunia. Persatuan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI) menghimbau kampus-kampus dibawah naungannya untuk turut serta menyambut dan memperingati hari tersebut. Di kampus IPB tercinta telah diadakan Belajar dan Praktik pembuatan beras analog sebagai upaya untuk mengurangi konsumsi nasi (red: beras-padi). Diskusi tersebut dibawakan oleh inovator beras analog yang juga merupakan dosen di departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP) IPB, Prof. Dr. Slamet Budijanto, serta penggiat beras analog juga dosen ITP IPB bapak Dr. Faleh Setia Budi.
Prof. Slamet yang bersalaman dengan Prof. Harsi, Ketua Prodi Ilmu Pangan IPB

Diskusi tersebut dihadiri oleh sejumlah mahasiswa pangan IPB yang menjadi perwakilah daerah sejumlah provinsi di Indonesia, dengan harapan kelak ilmu yang diperoleh dapat diaplikasikan di daerah masing-masing. Melalui pertemuan tersebut, kami diberi pencerahan bahwa Indonesia begitu kaya akan sumberdaya alam (dalam hal ini bahan pangan yang beraneka ragam). Dulunya para penduduk Indonesia juga tidak hanya menjadikan beras sebagai pangan pokok, tapi berbagai sumber karbohidrat lainnya seperti umbi-umbian, sagu, hingga jagung.
Sebenarnya hingga detik ini kita masih mengonsumsi umbi-umbian tersebut namun dalam konteks sebagai cemilan, bukan sebagai pangan alternatif pengganti beras. Pada akhirnya setelah makan ubi goreng, kita tetap saja makan nasi karena rasanya belum kenyang kalo belum makan nasi. Oleh karena itu, pendekatan dengan beras analog adalah salah satu upaya yang diperjuangkan dan digeluti Prof. Slamet selama bertahun-tahun untuk ‘mengakali’ diversifikasi pangan pokok di Indonesia. Harapannya, masyarakat dapat mengonsumsinya sebagaimana mengonsumsi nasi yang berasal dari (padi).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Online”, Analog dapat diartikan sebagai sama; atau serupa. Maka “Beras Analog” dapat diartikan sebagai pangan selain beras yang diolah hingga memiliki kenampakan serta fungsi yang menyerupai beras. Melalui teknologi pangan, beragam bahan pangan yang tinggi karbohidrat seperti sagu, jagung, umbi-umbian (ubi jalar, gadung, ganyong, uwi, ketela, dan lain-lain) dapat diolah atau diproses hingga menyerupai kenampakan beras pada umumnya.
Proses pembuatan beras analog salah satunya melalui proses ekstrusi panas. Mesin ekstrusi panas ini melibatkan beberapa proses seperti pencampuran, pemanasan, dan pencetakan. Kebetulan di kampus IPB Dramaga (tepatnya di lab. Technopark) untuk mesin ekstrusi panas, yang tersedia hanya jenis mesin ekstruksi untuk membuat produk puff seperti produk komersil chiki-chiki, sedangkan mesin ekstrusi yang compatible untuk membuat beras analog berada di kampus IPB Taman Kencana [Note: produknya bisa kita peroleh di kios Serambi Botani, Botani Square, kota Bogor]. Oleh karena itu sebagai bentuk latihan, yang kita gunakan adalah mesin ekstrusi di kampus IPB Dramaga.
Proses pembuatan beras analog terdiri atas tahapan pencampuran bahan, ekstrusi, pengeringan hasil ekstrusi untuk menghasilkan beras analog kering (menggunakan oven). Beberapa bahan yang digunakan saat praktik atau simulasi adalah tepung singkong,  tepung beras (untuk meningkatkan kadar amilosa selama proses karena tepung singkong saja tidak cukup. Amilosa ini hadir pada setiap bahan pangan yang tinggi karbohidrat kompleks jenis pati. Amilosa tinggi diperlukan dalam membuat beras analog), air (proses ekstrusi memerlukan adonan dengan komposisi air tertentu dan juga berfungsi sebagai plastisizer sehingga adonan beras analog mudah mengalir dalam mesin ekstruder), serta pelumas (untuk menghindari gesekan antara adonan dan komponen mesin ekstrusi yang dapat meningkatkan suhu yang tidak diinginkan selama proses ekstrusi, sekaligus sebagai pengikat bahan).
Praktik pembuatan beras analog ini dibimbing langsung oleh Dr. Faleh, bersama seorang teknisi ‘beras analog’ berpengalaman yaitu bapak Zainal.  Mungkin karena pelumas yang digunakan saat praktik adalah minyak goreng  (bukan GMS (emulsifier Gliserol Monostearat) yang harusnya digunakan), maka adonan yang terbentuk cenderung lengket. Selain itu beras yang dihasilkan dari proses ekstrusi dan siap dikeringkan terlihat mengembang, diduga karena mesin ekstrusi yang digunakan memang diperuntukkan untuk membuat puff.


Proses pencampuran 

Detil pengatur kecepatan dari mesin ekstrusi

Detil pengatur suhu disejumlah bagian mesin ekstrusi

Adonan siap memasuki area strew untuk dipanaskan dengan suhu tertentu

mesin ekstrusi dari samping

kenampakan beras analog hasil simulasi yang cenderung mengembang

Diskusi dan praktik singkat ini cukup untuk membuka wawasan tentang masa depan Indonesia. Perlahan tapi pasti generasi berikutnya akan lahir dan tentunya memerlukan makanan. Jika terus bertumpu pada beras (red: dari padi) sebagai  -satu-satunya- makanan pokok maka kita akan kewalahan, sebab lahan akan semakin terbatas seiring meningkatnya penduduk yang juga membutuhkan tempat tinggal. Beras analog adalah salah satu solusi yang dapat kita coba, dan kita viral-kan sebagai upaya kita untuk mencintai pangan lokal serta mengurangi konsumsi pangan berbasis beras. Tentu saja ini dimulai dari diri sendiri, lalu kepada masyarakat luas ^^
Tetap semangat dan cintai pangan lokal kita. Selamat menyambut Hari Pangan SeDUNIA -16Oktober mendatang :)

#ODOPBatch7
#OneDayOnePost

You May Also Like

0 komentar

Blog Archive

Entri yang Diunggulkan

Ibrah: Orang-orang Pergi. Apakah Mereka Kembali?

Bismillah. Kepergian itu sulit. Tapi, kehilangan lebih sulit lagi. Mengapa orang-orang harus saling meninggalkan? Jawabannya membawa saya...

Nobody's perfect

Pengikut