Quran dan Kecintaanku pada Musik
Entah sudah
kali keberapa ku jatuh bangun menghentikan kebiasaan ini. Begitulah iman, naik
dan turun.. Begitulah hati, gampang berbolak balik. Maka tiada pernah kita
lelah mengucapkan doa yang diajarkan oleh Rasulullah yaitu
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
Dimasa lalu, musik adalah satu hal yang wajib
menjadi bagian dari hidupku (diniatkan dibagi untuk menjadi motivasi, bukan
untuk membuka aib). Sejak duduk dibangku sekolah dasar, aku memang akrab, sering
sekali ikut lomba menyanyi dengan berbagai genre,
atau jadi pengisi acara hiburan hingga
kelas IX SMP. Sampai-sampai guru vokalku berkata, kamu punya bakat jangan berhenti sampai disini yaa. Hal ini
kemudian menjadi suntikan positif untuk terus semangat berlatih dan mengikuti
lomba menyanyi hingga kelak dewasa.
Namun segalanya berbeda ketika ku masuk SMA.
aku bertemu dengan komunitas hijrah dan aku merasa
sangat ‘bodoh’ terhadapa agama ini (sekarang juga masih T.T), seketika
pandanganku berubah. Pada komunitas itu kita tak hanya belajar agama tapi juga
belajar mengaji sekaligus dimotivasi untuk menghafalkan alquran, dan
bersemangat ber-amar ma’ruf nahi munkar, sebab
kita tentu tak ingin bukan masuk syurga sendirian, bukan? Hingga kuperoleh
ilmunya bahwa, musik adalah jelas keharamannya, maka jelaslah tak bisa menyatu
dengan alquran yang notabene-nya
Kalamullah (terkait dalil dan perkataan
ulama, butuh penjelasan cukup panjang.. maaf yaa ga aku paparkan disini.
Semangat belajar ilmu agama dan mengamalkannya semampu kita :).
“Sungguh, benar-benar akan ada di kalangan umatku sekelompok orang
yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat musik. Dan beberapa kelompok
orang akan singgah di lereng gunung dengan binatang ternak mereka. Seorang yang
fakir mendatangi mereka untuk suatu keperluan, lalu mereka berkata, ‘Kembalilah
kepada kami esok hari.’ Kemudian Allah mendatangkan siksaan kepada mereka dan
menimpakan gunung kepada mereka serta Allah mengubah sebagian mereka menjadi
kera dan babi hingga hari kiamat.” HR. Bukhari
Namun perjuangan untuk meninggalkan musik itu tidak mudah.
Jatuh bangun berulang kali, bahkan teman serta lingkungan itu sangat
berpengaruh. Apa ya... Ketika kita memutuskan untuk mendengarkan musik, sekali
aja, pasti bakalan nagih, nagih, dan nagih. Berawal nyoba dengerin satu lagi,
eh lama lama mutar lagu yang lain, eh lama-lama ikutan nyanyi, mulai berkhayal,
hingga akhirnya kita ga sadar sedang menikmati sesuatu yang tidak Allah ridhoi.
Apalagi kalau itu lagu galau, ga ada jaminan kita ga
bakalan ikutan galau. Hingga pada akhirnya kebiasaan ini menjadi salah satu
penyebab kita ‘kurang mampu’ meresapi dan merenungi makna alQuran, juga sulit ‘tuk
menghafalkannya. Tanpa kita sadari, kita kehilangan hafalan quran kita satu per
satu. Jika bukan lupa ayatnya, lupa makhrajnya, lupa harakatnya, lupa tanda
bacanya. Bukankah salah melafadzkan ayat suci alquran berpotensi untuk merubah
artinya? wa na’udzubillah. Sebab
begitulah.. alquran dan musik tidak bisa berada pada satu hati. Meskipun memang
ada alat musik yang diperbolehkan dan itupun pada momen tertentu yang
disunnahkan oleh Rasulullah contohnya saja dimainkan ketika pernikahan atau
ketika hari raya. Seseorang lalu berdalih, tapi
kan musiknya mengiringi shalawat? jadi kan ibadah. Pertanyaannya kemudian, bukankah kita pun juga tetap bisa shalawatan
tanpa musik? Bukankah tanpa musik akan
menjadi lebih khusyuk? :) sebab tanpa sadar, kita justru bakalan lebih meresapi
musiknya dibanding makna shalawatannya. Dan jika itu adalah ibadah, maka
Rasulullah... sahabat-sahabatnya (Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Ustman bin
Affan, Ali bin Ab Thalib).. dan ulama yang berada dijalan yang lurus pasti
sudah terlebih dahulu mengamalkannya. Bukankah Rasulullah sebaik-baik teladan?
bukankah menambah-nambah sesuatu hal yang
diklaim sebagai –ibadah- lalu Rasulullah
tak pernah mencontohkan, layaknya menganggap ada yang kurang dari Risalah yang
telah dibawa nabi yang mulia? Padahal.. tidaklah Rasulullah wafat melainkan
segala sunnah dan risalah (terkait
ibadah) telah disampaikan dengan sempurna dan berlaku hingga akhir zaman, tidak
kurang dan tidak juga berlebihan.
Mungkin akan ada yang tidak setuju.
Baiklah..
Aku hanyalah manusia biasa yang berharap bisa dapat
masuk syurga bersama orang-orang yang aku sayangi. Sebesar apapun ibadah dan
amalan kebaikan yang telah ku lakukan, ku tak tahu apakah Allah ridho menerima semuanya, sebab kita
masuk syurga bukan karena amalan kebaikan yang kita lakukan melainkan karena
rahmat Allah. So, satu-satunya jalan untuk ‘mencari muka’ dihadapan Allah adalah
tidak pernah berhenti meluruskan niat
dan terus bersemangat dalam melakukan hal-hal yang Allah ridhoi, apa yang
rasul-Nya sampaikan.
Aku lalu merasa semakin dekat saja dengan ajal,
usiaku sebentar lagi 26. Artinya jatah
atau range hidupku ke waktu kematianku
akan semakin mendekat. Maka ku merasa, ini bukan saatnya lagi untuk menikmati
hal-hal yang bisa melenakan dari mengingat Allah dan kematian. Scrolling feed instagram sampai jemari
menjadi panas, sibuk dengan berita viral yang masih abu-abu kebenarannya, sibuk
julid hidup orang, sibuk menikmati musik sampai hanya punya waktu sedikit untuk
alquran yang notabene semua umat
muslim yang beriman serempak berkata bahwa quran
adalah pedoman hidupnya. Sebab bagaimana lagi kita berpulang jika amal kita
ternyata tak cukup? Kepada siapa kita meminta pertolongan? Tentu mustahil bukan
kita meminta untuk dikembalikan ke dunia? Maka inilah saat yang paling pas
untuk coba merenungi lagi, sudah sampai mana sebenarnya –hijrah-kita..
jangan-jangan merasa hijrah tapi jalan ditempat. Setiap orang punya pandangan
yang berbeda, namun kembali lagi kita takar-takar, apakah hal yang kita perdebatkan
ini... punya banyak mudharat atau kebaikan jika dilakukan berulang-ulang?
Apakah justru bikin kita lebih dekat sama Allah, lebih membuat hati kita
sensitif melakukan hal yang Allah sukai, lebih peka menghindari maksiat demi
maksiat yang dunia tawarkan setiap hari? Saya pribadi merasakan musik memberi kebahagiaan
sesaat saja, tidak berlangsung lama. Maka dari itu, dari
ketidakberkesinambungannya musik dan quran, dari keharamannya, maka saya
berjuang saat ini untuk istiqomah meninggalkan segala bentuk syubhat terlebih
lagi musik yang sebenar-benarnya. Sebab... aku khawatir meskipun aku sholat,
aku mengaji, aku bersedekah, namun kebiasaan menikmati musik akan memangkas
amalan-amalan kebaikan itu hingga habis. Sungguh ku tak ingin menjadi orang
yang bangkrut diakhirat kelak.
pict sourch here
Aku lalu teringat pada cerita insiratif dari Syaikh
Mishari Rasyid Alafasy, semua pasti pada
tahu kan? salah satu qori yang murottalnya tersebar dimana-mana. Masyaallah,
semoga beliau selalu dalam penjagaan Allah.
Kisah ini disadur dari sini (diklik ya) dan pernah dikisahkan kembali oleh ustad Adi
hidayat pada salah satu ceramahnya.
Mishary di
masa lalu adalah seorang penyanyi. Penyanyi? Ya, penyanyi. Ia memiliki suara
yang indah nan merdu. Artis. Suatu kali ia bertemu dengan kawannya.
Diingatkanlah Mishary.
"Akhi
al-kariem, saudaraku, Anda ini bagaimana? Saya yang dititipkan suara yang tidak
sebagus Anda, masih bertanya pada diri saya, bagaimana Allah nanti menghisab
suara saya. Karena itu saya gunakan untuk baca Alquran."
Lalu ia
bicara lagi, "Anda yang dititipkan suara bagus, kenapa tidak digunakan
baca Alquran? Memberikan hidayah orang lain lewat Anda. Anda akan ditanya
Allah!"
Seketika,
pria kelahiran 5 September 1976 itu jatuh tersungkur. Ia menangis menyesali apa
yang dilakukan selama ini. Sejak itu ia berjanji menggunakan suaranya
untuk menyuarakan kebaikan. Menghafal Alquran dan Allah berikan taufik dan
kemudahan kepadanya.
Jika kita lihat sekarang, Syaikh
Misyari juga tetap bernasyid meski demikian tanpa iringan musik. Sejumlah
nasyidnya berisi puji-pujian kepada Allah, kepada Rasulullah, juga kepada
sahabat yakni Umar bin Khattab. Maka demikian alangkah aneh rasanya, apabila sejumlah
nasyid populer beliau yang masyaallah,
lalu di-cover kembali dengan
sejumlah instrumen musik. jadi sedih sekali......
Oleh
karena itu, ku berdoa semoga Allah senantiasa menjaga kita semua dari fitnah
akhir zaman. Semoga kita terus berjuang menjadi pribadi yang lebih baik
dibanding hari kemarin. Pribadi yang berusaha sami’na wa atho’na, dengar dan taat terhadap perintah Allah dan
risalah Rasulullah meski harus tertatih-tatih, negsot-ngesot, jatuh bangun.
Mungkin Allah ingin lihat perjuangan kita, ingat melihat kesungguhan kita.
Bukankah belum dikatakan beriman kalau kita belum diuji ? (QS: Al Ankabuut:2)
Maka betapa pentingnya menuntut ilmu agama.. betapa pentingnya berteman atau
berada pada komunitas orang-orang yang sholeh, sehingga ada yang bisa
mengingatkan dan menguatkan kita. Bukankah setan lebih mudah merecoki niat dan
iman kita kala kita bersendirian? Tetap semangat..sedikit demi sedikit meninggalkan
musik, ga ada satupun yang bilang itu mudah terlebih bagi mereka yang sudah
kecanduan. Tapi karena pembuktian cintanya kepada Allah dan syariat nabi..
besarnya keinginannya menjadi orang yang beruntung diakhirat kelak dengan
tabungan amalan kebaikannya yang sangat berat, maka rasanya itu cukup untuk
memotivasi agar kita menjadi lebih baik dan mulai mengakrabkan diri dengan
quran, perlahan-lahan.. baik dalam ucapakn terlebih dalam tindakan.
#ODOPBatch7
#OneDayOnePost
11 komentar
aamiin semoga kita semua bisa masuk syurga.
BalasHapusMasya Allah🤗
BalasHapusMasya Allah, terima kasih ka ilmunya...
BalasHapusIya, hijrah sendirian itu tidak enak, cepat sekali goyah, dan sulit tuk istiqomah...
Masya Allah, terima kasih ka ilmunya...
BalasHapusIya, hijrah sendirian itu tidak enak, cepat sekali goyah, dan sulit tuk istiqomah...
Kereen kak
BalasHapusSemangaat
Mantap kak
BalasHapus#semangat
Semoga istiqomah selalu ya kakak 🤗
BalasHapusMasyaallah, bagus tulisannya....😊😊😊
BalasHapusSaya juga suka musik 😶
BalasHapusMba huruf kapitalnya coba diedit lagi :) .
BalasHapusKontennya keren mbaa. MasyaAllah.
Jazakillah sharing ilmunya ka
BalasHapus