Menulis: Berlatih Selipkan Nyawa di Setiap Torehan Kata
Setiap
orang itu sebenarnya bisa menulis, contoh paling sederhana adalah menulis status entah di wh*tsapp atau inst*gram story. Beragam
pula konten yang dibagikan mulai dari nasihat hingga kesedihan yang mendalam. Mungkin
itu salah satu cara mereka untuk menemukan kelegaan, dari beragam ujian hidup
yang tengah atau telah dilewati yes... dengan
menulis. Mereka mampu merangkai kata demi kata, yang mungkin sedikit banyak telah
di-screenshoot banyak pasang mata untuk
dijadikan pemberi semangat atau bahkan sekedar dianggap mampu mewakili “perasaan”.
Pada dasarnya mereka bisa menulis, bukan?
Sedangkan
diriku, mungkin bukan sekedar status yang bisa hilang dalam hitungan waktu yang
singkat. Menulis bagai kanvas putih tempat membagikan beragam peristiwa yang
telah ku dilalui. Tanpa sadar telah menjadi teman setia yang merekam sedikit
banyak tumbuh kembang sejak berusia belia hingga detik ini ketika usiaku telah
melewati ¼ abad. Segala persepsi yang hadir dari sekian peristiwa yang dilalui bermula
dari buku harian (anak-anak line usia 80-an akhir hingga 90-an awal
pasti akrab dengan buku harian) yang terarsip manis dengan jumlah yang tidak
sedikit. Segala ketakutan, kecemasan, bahagia, hingga kekecewaan tertulis didalam
buku harian dengan kalimat yang apa adanya, mengalir begitu saja. Ini adalah
asal mula mengapa diriku begitu lekat dengan tulisan non fiksi. Kebiasaan untuk menuangkan segala yang dialami, diamati,
didengarkan mungkin juga yang membuatku nyaman ketika memberanikan diri mendaftar
sebagai reporter pers sekolah ketika berada di bangku SMA. Mewawancarai bapak
dan ibu guru, kepala sekolah dan sejumlah mahasiswa hingga tokoh berprestasi kala
itu bagai menjadi candu yang tidak hanya mengasah logika berpikir bermodalkan 5W+1H, namun mengajarkanku untuk menulis
kalimat demi kalimat berbasis apa yang disampaikan narasumber. Tidak ditambah
dan tidak pula dikurangi. ya.. belajar tentang kejujuran dan integritas.
picture is taken from here
Hingga
hari ini, tulisan non fiksi rasanya amat sangat sering menjadi media bagiku untuk
belajar berkontribusi menjadi manusia yang
lebih bermanfaat. Bagiku ya, orang lain bisa jadi beda hehe. Dibangku
kuliah aku tertantang untuk menguraikan hasil penelitian yang terdiri atas
beragam bahasa ilmiah yang sulit dipahami menjadi tulisan singkat, to do point dan bisa dipahami banyak
orang, misalnya dengan mengirimkan naskah tulisan dibeberapa media berita online maupun offline. Pada lingkup komunitas dan dunia ke-volunteer-an, aku selalu ditugaskan menulis live report kegiatan organisasi di web organisasi, dan aku
menikmatinya. Pada lingkup organisasi keagamaan, aku selalu senang apabila
ditugaskan menulis tauziah islami kepada khalayak yang kontennya merujuk pada alquran
dan sunnah, dan aku menikmati.. juga mensyukurinya.
Pada
akhirnya aku tumbuh menjadi seseorang yang terbiasa menulis sesuatu yang
berbasis pada kenyataan. Setelah merenungi apa yang sebagian besar telah aku
lalui di masa-masa kecil hingga masa sekolahku, rasanya aku ingin tetap
berkonsentrasi meninggalkan jejak tulisanku dalam ranah tulisan non fiksi untuk
jangka yang sangat panjang. Suatu hari
nanti, ingin rasanya bisa mempunyai buku sendiri yang merangkum sejumlah
hasil-hasil penelitian yang bersumber dari jurnal ilmiah bereputasi (dengan
topik spesifik) agar dapat membuka wawasan masyarakat tentang kemajuan ilmu
pengetahuan terkini. Suatu hari nanti, ingin rasanya dapat menghibur hati
mereka yang bersedih, ingin rasanya dapat mengambil peran dalam menemani
langkah hijrah seseorang yang ku wujudkan lewat buku ku sendiri.
Iya,
semuanya baru sekedar ‘ingin’. Tapi aku sungguh berharap suatu hari nanti semua
ini bisa menjadi kenyataan sebelum ku berpulang kepada Sang Pencipta,
yang menjadi tuju dari segala tulisan yang ku ukir, yang menghendaki setiap
kata-kata yang kurangkai seolah memiliki nyawa pada sejumlah orang (pembaca tertentu.
red: mungkin jodoh dari tulisanku hehehe) yang membacanya. Sebab, apalah arti jika yang ku ukir itu hanya
untuk memuaskan manusia semata, durasinya “sangat sementara”. Beda cerita jika
setiap tulisan sejak awal memang kita niatkan lillah, sehingga kebermanfaatannya senantiasa menjadi bonus yang insyaallah bisa dirasakan oleh pembaca
setia, jodoh dari tulisan-tulisan kita bahkan
hingga jangka waktu yang lama, menembus generasi demi generasi, menjadi
calon ladang pahala dan amal jariyah jangka panjang. Setiap orang yang berubah menjadi lebih baik,
lebih dekat kepada Sang pencipta, bertambah pengetahuannya setelah membaca
tulisan kita... bukankah menjadi wujud kontribusi nyata yang berpotensi
memiliki poin tambahan, tak hanya dimata-Nya tapi juga ciptaan-Nya?
#ODOPBatch7
#OneDayOnePost
mohon masukannya ya kak, :)
terima kasih sudah sudi berkunjung, #MakeProgressThroughPracticeAndPatience
7 komentar
Betul sekali kak. Semoga apa yang kita tulis senantiasa berbuah pahala
BalasHapusAamiin
Aamiin ya Allah, semoga impian kakak bisa terwujud🙏 one of my dream too, membuat buku yang bisa membersamai seseorang dalam hijrahnya, semoga Allah mempermudah mimpi-mimpi kita semua😄
BalasHapusSemangat menebar kebaikan. Semoga mimpi menerbitkan buku penuh manfaatnya segera terwujud. Semangat terus, karena apapun memang dimulai dari ingin (niat, mimpi, etc), bukan? 💪
BalasHapussemoga tercapai cita-citanya bisa nerbitkan buku sendiri..Aamiin
BalasHapusDitunggu karyanya. Berkabar ya. Biar saya bisa baca juga. :)
BalasHapusAoikinawa.blogspot.com
Semoga sukses cita2 nya
BalasHapusBermanfaat melalui tulisan
BalasHapusSemangaatt...