BOOK REVIEW Ke-4: Memberi Jarak pada Cinta dan Kehilangan-Kehilangan yang Baik

by - 11:57 PM

pict by google

Kepincut dengan sampulnya menjadi salah satu alasan mengapa saya memutuskan membaca buku ini. Alasan lainnya, saya penasaran dengan buku yang terdiri dari kumpulan cerita ini. Buku ini dicetak pertama kali oleh mediakita pada tahun 2016. Buku yang aku baca ini adalah buku cetakan ketiga, sementara sang penulis menyatakan bahwa buku ini sedang dalam proses cetak yang kedelapan. Wow.. Subhanallah so amazing!!!
Buku ini ditulis oleh seorang yang memiliki pena, Falafu. Buku dengan ketebalan 234 halaman ini sepertinya menceritakan kisah nyata “patah hati “, entah yang pernah dirasakan penulis atau justru  orang-orang disekitarnya. Dari bukunya, saya bisa merasakan betapa move on dari patah hati itu begitu sulit, apalagi jika sebelumnya kita sudah terlanjur jatuh hati begitu dalam. Namun buku ini tidak melulu tentang patah hati, namun juga sebuah kejujuran untuk belajar mencintai dengan sederhana yang keluar dari hati dan pikiran seorang Falafu ( :

Leggo!!

Buku ini diawali deskripsi sayang yang dikemukakan penulis. Rasa “sayang”  yang diungkapkannya mungkin mewakili segenap perasaan sebagian orang diluar sana. Perasaan khawatir seorang ibu kepada anaknya, seorang istri kepada pasangannya. Keduanya memiliki esensi yang sama yakni, menjaga orang yang kita cintai dari sebuah kekhawatiran. Yap, tentang kondisi, kabar, semuanya akan dengan mudah kamu utarakan. Betapa kamu ingin menjaga “dia” dari sebuah kekhawatiran, membuatnya jauh dari rasa “diabaikan”. Itu merupakan titik awalmu membuat seseorang merasa berharga  untuk berada disisimu.
Siap-siap Patah hati
Pada chapter-chapter berikutnya, penulis mulai menyuguhkan mata kita dengan lika liku permasalahan yang dijalani sebuah pasangan hingga ungkapan patah hati yang tragis. Oh tidak. Kamu jangan “ilfeel” dulu, buku ini menyajikan luapan patah hati dari kaca mata seorang perempuan, dan menggambarkan betapa ia berusaha keras untuk bangkit dari patah hatinya. Hal yang terpenting adalah bagaimana kita tidak terperdaya untuk menoreh luka kepada orang lain, sebab kita telah tahu betapa sesaknya rasa karena patah hati itu.
“karena luka adalah bagian dari hidup yang perlu ada untuk kita jalani”
-page 19
Penulis seperti ingin menyampaikan bahwa, ketika kamu patah hati.. sangat wajar bagimu menangis. Justru dari situlah akan muncul banyak pelajaran yang dapat dimaknai. Lebih bijak lagi dalam menaruh kepercayaan pada seseorang, lebih bijak dalam membangun cinta, misalnya.
Saya sependapat bahwa, terkadang… kita begitu mencintai seseorang hingga kita lupa mencintai diri kita sendiri. Bukankah itu cinta yang keliru? Ketika kamu masih sendu memikirkan orang lain, sementara orang yang dipikirkan sudah menemukan tambatan hati yang baru. Buku ini membuat saya semakin percaya. Menjalin hubungan sebelum pernikahan memang mewajibkan kita untuk siap-siap patah hati. Mengapa? Karena disana tidak ada janji nyata yang diikrarkan, tidak ada janji suci yang dipersaksikan oleh Tuhan dan negara. Maka jangan sedih, jikalau sang kekasih pergi dan tidak kembali. Memang benar bahwasanya ada juga hubungan percintaan yang berakhir dipelaminan. Namun benarkah caranya? Apalagi tidak semua berakhir dipelaminan kan? Bahkan tak jarang menyisakan sakit yang (nyaris) berkepanjangan.
Sakit hati yang sesungguhnya dipaparkan oleh penulis pada salah satu chapter di page-31.
“Aku pernah berharap begitu kuat, mencintai dengan begitu hebat. Lalu kemudian luka sedikit, hatiku pecah”
Itu adalah kalimat pembuka pada chapter ini. Selanjutnya sang penulis menjabarkan betapa menggantungkan harap begitu besar kepada manusia, dapat mengoyakkan hatimu. Saat jatuh cinta, seluruh bagian dari hati milikmu kamu berikan padanya. Pada seseorang yang (kamu pikir) memiliki segala yang kamu perlukan untuk melengkapi kekuranganmu. Walau nyatanya, dia yang pertama kali membuatmu kehilangan sesuatu yang pernah utuh kamu miliki, yaitu cinta dalam hati.
Aku masih ingat seperti apa rasa getir yang aku rasakan, saat aku melihatmu membiarkan perempuan lain bersandar dibahu itu. Setelahnya, aku jadi perempuan yang tidak menyukai janji. Setelahnya, aku seperti kehilangan keinginan untuk berharap pada apa pun (Chapter: Memberi Jeda).
Namun sekali lagi, Falafu seolah ingin menguatkan para wanita bahwa: kamu harus bangkit dari patah hati. Mengambil sisi positif dari peristiwa tersebut menjadi langkah terbaik. Sebab kita akan hidup sekali lagi dengan kadar harap kepada manusia, yang tidak melebihi pengharapan kita kepada Tuhan. (:
Hal buruk bisa jadi datang sebagai pelukan Tuhan yang sudah lama kamu lupakan. Tuhan, mungkin  hanya ingin kamu kembali ke dekapan-Nya-dengan memberimu  sesuatu yang kelak  akan membuatmu ingat bahwa manusia memang makhluk yang paling sempurna-tetapi bukan berarti makhluk yang bisa melakukan apa saja  yang menurut mereka benar (page 39)
Memaknai Rindu
Tak melulu soal patah hati, Falafu juga menorehkan untaian kata tentang kerinduan yang melanda mereka yang memiliki cinta begitu besar. Salahkah ketika merindukan seseorang dengan begitu besarnya? Siapa kah yang paling pertama terbersit? Orang tua? Saudara? Sahabat? Atau mungkin pasangan halalmu? Lewat chapter ini (red: page 29), penulis ingin menyampaikan bahwa rindu itu adalah satu hal yang paling menyiksa ketika kamu menyayangi seseorang. Kamu yakin betul bahwa terkadang rindu itu bikin dadamu sesak, namun kau tak ingin jua jika rindu itu menghilang dari hatimu. Sebab kau khawatir, akan ada rasa yang memudar jika rindu itu tidak kau rawat. Lewat rindu, selalu ada alasan bagimu untuk melakukan yang terbaik. Sebab ada seseorang diujung sana yang menjadi alasanmu untuk terus merawat rindu itu, yang menjadi alasan kelak bagimu memperjuangkan sebuah pertemuan. Saya jadi berpikir, bagaimana rasanya menjadi pelajar di kampung orang ? Jauh dari orang tua. Selesai secepatnya dengan hasil terbaik tentu menjadi impian, salah satu alasannya karena ada orang-orang yang tidak ingin dikecewakan. Yah, agar kelak dapat pulang untuk menuntaskan rindu, dengan mempersembahkan sebuah hasil kerja keras yang terbaik. Pertemuan memang solusi terbaik untuk menuntaskan rindu. Namun dari rindu juga kita belajar arti sebuah perjuangan. Perjuangan untuk berhenti berangan-angan hingga lupa melanjutkan hidup, sebab kita harus bangkit.. menjadi yang terbaik untuk orang-orang yang berharap penuh kepada diri.
Bangkit dari Patah Hati
Well, sebagian wanita menjadi begitu sulit untuk melupakan kenangan pahit karena cinta yang kandas di tengah jalan. Penulis menggambarkan betapa sulitnya upaya untuk melupakan seseorang. Aku punya sejuta alasan untuk berhenti memikirkanmu. Namun, aku pun memunculkan jutaan alasan lain untuk mengingatmu kembali. Aku tidak punya alasan untuk memberimu kesempatan maaf, tetapi aku justru selalu lebih sulit memaafkan diriku sendiri karena pernah membiarkanmu menyakitiku. Kamu adalah luka yang belum juga bosan mengiris. Kamu membuat esokku berhenti di kemarin dan tak pernah mampu beranjak kemana-mana. Dan, bagian terburuk ku dari kesemuanya adalah kamu mampu membuatku terus bertanya-tanya, hal apa yang salah mengalir di dalam diriku sehingga aku begitu pantas dilupakan dengan cara yang begitu buruk. (page 43-44)
Dari potongan statement itu aku memahami bahwa, patah hati pada mulanya pasti membuatmu  terpuruk. Namun patah hati yang sudah terlanjur menghampiri  pada akhirnya akan memaksa kita untuk melanjutkan hidup. Walau memang berat ketika ingin mencoba bangkit, kenangan pahit itu kadang kembali terkenang. Dan diri mulai menyalahkan orang lain hingga diri sendiri. Kamu bisa membaca rentetan kata penulis pada chapter : Percayalah
Aku tahu bahwa mencintaimu adalah sebuah kesalahan. Kesalahan yang aku syukuri karena pernah ada untuk aku lalui. Aku menangis. Hingga aku bahkan sempat begitu mencaci diriku sendiri karena pernah mencintaimu. Aku membencimu, karena selalu membuatku ingin memutar waktu kembali....... Aku tidak pernah mengharapkan sesuatu yang buruk terjadi padamu. Tapi aku, sudah tidak lagi peduli pada apa-apa yang sedang kamu alami. Karena kamu bukan lagi apa-apa bagiku. (Chapter: Sebuah kesalahan)
Aku masih terus merindukanmu. Walau setiap kali melakukannya selalu saja ruas di sela-sela hatiku menyempit, aku tetap suka melakukannya. Siapa pun boleh menganggap ini bodoh. Namun, setiap manusia punya caranya masing-masing untuk membereskan luka yang sedang mereka derita. Biarkanlah aku melakukannya selagi aku bisa, izinkan aku melupakanmu saat aku mau. Aku berjanji bahwa tidak ada satu pun dari kalimat ini yang kelak sampai ke kedua matamu yang selalu jadi lingkaran favoritku di planet ini (chapter: Mengingatmu Hari ini dalam Rangka Melupakanmu Selamanya).
Aku sudah siap untuk tidak lagi memilih mengingatmu, menjadi bagian dari caraku menjalani hidup ini- tanpa pernah memaksakannya untuk terjadi. Karena aku tahu, akan ada giliranku untuk tidak lagi ingin merindukanmu (page 73).
Bangkit dari patah hati itu adalah sebuah proses penyembuhan yang harus dilalui. Meskipun ritmenya begitu fluktuatif. Tak akan ada kata sembuh, jika tak melalui fase itu. Sebab patah hati setelah mencintai begitu dalam membutuhkan kebesaran hati untuk menerima kenyataan. Ketika kita berhasil melaluinya, kita akan begitu terkejut dan berterima kasih kepada Tuhan yang membuat diri menjadi semakin tangguh dan kuat karena telah diizinkan untuk melalui cobaan hati yang mungkin menghabiskan sekian banyak waktu dan energi. Jangan sesali, itu adalah bagian dari proses. Mungkin lewat cara itu, Tuhan ingin diri lebih dekat pada-Nya. Tuhan ingin sampaikan, bahwa satu-satunya tempat terbaik untuk menaruh harap hanyalah kepada-Ku. Maka adakah yang lebih menenangkan hati selain dekat kepada Sang Pemilik Hati? 
Saat aku terluka, maka aku pun harus bersedia menghampiri kesembuhan (page 55)
Aku selalu ingin mengingatmu dalam ingatan terbaik yang kita punya. Maka perbolehkan aku untuk menulis ini sebagai pengingat bahwa kita pernah saling jatuh cinta-tetapi aku sudah selesai dengan semuanya (Chapter: I am done with you).
Mencintai dengan Cara yang Baik
Setelah sekian patah hati yang telah dilalui, sungguh terlalu naïve jika seseorang tak berani lagi untuk membangun cinta. Penulis mengungkapkan betapa pentingnya memperlakukan cinta dengan baik, agar jangan sampai menjadi pengecut yang tanpa sadar menoreh luka kepada hati pasangannya.
Bukankah ketika seseorang berarti bagimu, seberapa pun sulit terlihat, kamu akan selalu menemukan cara untuk mencintainya dengan baik ? Tentu saja. Dengan baik, bukan dengan bodoh. Dengan baik, bukan dengan ceroboh (page 91).
Menemukan cinta saya, Sebuah harapan baru
Luka hati itu sembuh atas izin Allah. Dan keyakinan kita kepada-Nya, tentu tidak akan pernah mengecewakan. Salah satu harapan adalah agar dipertemukan dengan lelaki terbaik di waktu yang terbaik. Yah, sepertinya itulah salah satu doa terbaik yang kerap dimohonkan kepada-Nya.
Penulis mengungkapkan kesyukurannya yang membuncah ketika berhasil dipertemukan dengan dia yang selalu dimintanya kepada Tuhan. Berikut sedikit petikannya:
Setelah banyak kekecewaan yang aku telan dalam hidup ini, menemukanmu adalah seperti mengembalikan kepercayaan pada diriku sendiri. Bahwa aku  masih sanggup mencoba mencintai diriku sendiri dengan baik, dan bahwa aku masih pantas untuk dicintai kembali dengan baik (page 175).
Kamu seperti sinar matahari yang menyembul dari sela jaring laba-laba di pagi yang begitu sendu karena gerimis yang jatuh semalam. Kamu membuat segala sesuatu yang menakutkan menjadi terlihat lebih indah dan masuk akal untuk dihadapi-bahkan disukai.
Well itu hanya sedikit petikan. Saya bahkan menyadari, cewek bahkan bisa gombal juga ketika ia jatuh cinta (:
Kejujuran hati, yang Diingini Semua Wanita
Tak dapat kamu sangkal bahwa secara realita benar bahwa wanita membutuhkan materiil. Tak bisa dinafikan bahwa kita tak bisa hidup dengan bermodalkan cinta semata. Namun lebih dari itu, ada hal lain yang tak bisa diabaikan. Sederhana namun sangat berarti maknanya bagi wanita yakni, fakta bahwa kamu mencintainya dengan sepenuh hati, dan mau berada disisinya dalam keadaan apapun. Rasanya menjadi salah satu kesyukuran yang diperoleh seorang wanita dari pasangannya. Betul tidak?
Aku hanya perlu disayangi tanpa kebohongan dan kepura-puraan. Aku hanya perlu sayang yang tak suka menekan dan menuntut apa yang telah menjadi kelemahanku (page 140)
Aku mau dia yang berjanji bukan semata agar aku percaya, tetapi agar Tuhan pun tahu dia tengah bersungguh-sungguh padaku (page 158).
Aku ingin dia yang mencintaiku setulus dan selurus iman dan taqwanya kepada
Sang Pencipta (page 159).
Kamu tidak perlu mengagumkan untuk bisa kusayangi. Kamu cukup bersabar menemani saat aku marah dan tetap tinggal walau aku membosankan (page 171)

Komitmen untuk “Saling” Satu Sama Lain

Aku terkesan dengan cara Falafu menggambarkan cinta sederhana yang seyogyanya dimiliki oleh sepasang kekasih. Bagaimana ia menggambarkan pentingnya sebuah visi dalam sebuah hubungan. Bahkan ketika kita marah, pasangan kita harus memahami bagaimana seharusnya ia berbuat. Termasuk bagaimana cara menyelesaikan kemarahan tersebut, itu telah disepakati keduanya sejak awal. Cara Falafu menuturkan pentingnya manajemen ego dimiliki oleh setiap pasangan, hingga akhirnya rentetan kalimat tentang pernikahan pun terlontarkan. Jangan menikah hanya karena usia sudah cukup pantas untuk disebut tua, jangan menikah karena lingkungan menuuntutmu untuk melakukannya. Menikahlah saat kamu sudah benar-benar menemukan dia yang tidak pernah melupakan Tuhan-Nya hanya untuk mencintai apa yang dimiliki dunia ini. Ya, mencintai seseorang yang begitu mencintai Tuhannya pasti membuatmu menjadi wanita paling beruntung di dunia. Sebab bersama Tuhan saja ia setia, apalagi dengan kamu?
Memaafkan dan Mulai Mencintai Diri
Ada satu chapter yang mengemukakan pikiran Falafu tentang korelasi bahagia dengan mencintai diri sendiri. Mencintai orang lain itu perlu, namun jangan membuat kita sampai lupa cara mencintai diri sendiri. Tak dapat dipungkiri, rasa sesak pasti akan menyeruak dalam dada. Melalui chapter “Kita Selalu Tahu”, Falafu seperti mengajak pembacanya untuk tidak ragu melangkah pada jalan yang kita yakini dapat memberikan sebuah kebahagiaan. Sebab tiada yang paling tahu apa yang paling membahagiakanmu kecuali dirimu sendiri. Selama nafasmu masih bekerja, maka selama itulah kamu hidup. Karenanya, tidak ada alasan untuk menjadi seseorang yang tidak mencintai dirinya sendiri dengan layak.
Ini menjadi hal mendasar sebenarnya ketika kita ingin diperlakukan –dicintai dengan baik oleh orang lain. Tak lain dan tak bukan adalah belajar mencintai diri sendiri. Sebab, sampai kapan topeng itu akan dikenakan? Kita tentu harus bersiap menelan kepergian seseorang (lagi) ketika mempertaruhkan sebuah gengsi dan harga diri, hanya karena ingin terlihat sempurna di depan orang lain.
Lebih lanjut Falafu memaparkan bahwa mencintai diri sendiri saja tidak cukup, namun perlu diperbaiki dengan upaya untuk memperbaiki diri. Menjadi lebih baik dari hari kemarin adalah sebuah komitmen perbaikan diri. Bergerak meskipun lambat, tak masalah daripada tidak sama sekali. Masa lalu lagi-lagi menjadi salah satu bahan yang diangkat Falafu, sebagai titik moving on kita menjadi pribadi yang lebih baik. Tanpa sadar masa lalu yang demikian sakitnya, telah mendidik kita menjadi pribadi yang lebih kuat. Seberapa pun buruk masa lalu,Tuhan selalu menjanjikan masa depan yang lebih baik-apabila kita bersedia memperbaiki diri kita. Berhentilah  menilai dirimu rendah, hanya karena seseorang merendahkanmu. If someone wasn’t love you enough. You just need to love yourself good enough.
Poin terakhir yang dibagikan setelah semuanya adalah keyakinan dalam hati bahwa cinta sejatimu akan senantiasa menyayangi sepenuh hati, seberat apapun beban yang dijalani. Dan yang terpenting adalah kamu tak perlu berpura-pura menjadi orang lain ketika bersamanya. Sebab dia bersedia untuk memeluk semua kekuranganmu itu. Catat, itupun kalau Tuhan sudah mengizinkan kamu untuk bertemu teman hidupmu yaa.. bukan seseorang yang kamu sebut hmm “pacar” mungkin (:

Memberi jarak pada cinta, mungkin menjadi momentum bagi seorang Falafu untuk mengobati sakit hati yang dirasakannya. Kekecewaan yang begitu besar kepada manusia, nyaris membuatnya tak percaya lagi pada cinta berikutnya. Kamu berhasil  membuatku meyakini bahwa tidak akan ada seseorang yang mampu menerima segala kekuranganku sebagai manusia- karena kamu saja tidak bersedia (page 44). Dia membuat jarak yang nyata dalam kamus cintanya. Namun dari situ dia mencoba bangkit lalu memahami, kehilangan-kehilangan yang terjadi tidak harus dimaknai dengan cara yang buruk. Kehilangan-kehilangan yang terjadi bukankah terjadi atas izin Tuhan? Yang darinya kita belajar bahwa, “oh… ada hikmah saya kehilangan ini, ada hikmah saya kehilangan itu”. Jangan pernah takut kehilangan seseorang hingga justru membuatmu nyaris kehilangan diri sendiri (page 50). Sampai pada akhirnya, sekelumit kisah itu tanpa sadar membuat kita memaknai hidup untuk semakin bijak dalam menaruh kepercayaan, dalam memberi janji, dan tentu dalam mencintai seseorang. Jangan risau karena patah hati, ayo bangkit lagi  (‘:


You May Also Like

0 komentar

Blog Archive

Entri yang Diunggulkan

Ibrah: Orang-orang Pergi. Apakah Mereka Kembali?

Bismillah. Kepergian itu sulit. Tapi, kehilangan lebih sulit lagi. Mengapa orang-orang harus saling meninggalkan? Jawabannya membawa saya...

Nobody's perfect

Pengikut