Merenungi Luka Berbalutkan Senyuman Teduh, Semoga Cepat Sembuh...
Diawal Desember lalu saya menemukan info
open recruitment volunteer yang
diunggah oleh salah satu dosen wanita saya di social media. Komunitas tersebut bergerak dibidang sosial,
terkhusus pada serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan topik “kanker” dan
“wanita’’. Baru baca rasanya langsung tertarik.
Dua tahun ini memang saya lagi gencar-gencarnya cari informasi lowongan
buat jadi volunteer berbagai kegiatan. Keikutsertaanku menjadi seorang
volunteer sejak mahasiswa baru hingga saat ini, mungkin masih bisa hitung jari.
Well.. di sudut hati saya, ada rasa menyesal.. mengapa hal ini tidak gencar
saya lakukan begitu terdaftar sebagai mahasiswa S-1? Tentu jika
diakumulasikan.. temanku akan semakin banyak, begitu-pun wawasan dan pola pikirku.
Dulu saya mengakui.. betapa gaptek nya saya akan hal ini v_V. Beruntung ada
beberapa organisasi yang mampu menyelamatkan ku dari pribadi yang fakir
pergaulan dan kemampuan softskill.
Dan sekarang, meskipun sudah amat sangat terlambat, saya tak ingin menyerah.
Mencari celah, untuk berkontribusi.. meski hanya dalam bentuk yang kecil.
Wah saya jadi curhat yah hehee..
Well.. Saya pun akhirnya memutuskan
mendaftar sebagai salah satu volunteer pada komunitas peduli kanker pada wanita
ini. Diminggu keempat Desember 2015, Alhamdulillah saya mengikuti kegiatan
perdana komunitas ini. Kegiatannya bertajuk Cancer Woman Charity yang dirangkaikan
dengan dialog cancer dan yoga. Saya
menghadiri acara tersebut, dan mencoba mengenali para wanita kuat yang lebih
dahulu menjadi bagian dari komunitas ini. Ketika dialog cancer berlangsung, ada seorang peserta yang turut membagikan
kisahnya. Dia adalah seorang ibu yang tengah berjuang untuk sembuh dari kanker
getah bening yang saat ini dideritanya. Ternyata beliau sudah berkali-kali
menjalani operasi, tepatnya diarea lehernya. Hal ini juga membuatnya sulit
berbicara, suaranya terdengar parau. Ia mengemukakan betapa semangatnya mampu
berkobar lagi, terlebih setelah bergabung dengan komunitas ini. Nyatanya
komunitas ini bukan hanya menjadi tempat berkumpul mereka yang sehat saja, tapi
juga cukup banyak yang penderita kanker serta mantan penderita yang turut
bergabung.
Kisah sang ibu cukup membuat saya
merinding, pasti tak mudah baginya untuk memasuki ruang operasi berkali-kali
serta menyadari bekas jahitan yang tidak sedikit dilehernya. Namun melihatnya hadir
hari ini, berbagi kisah, serta semangat lewat seutas senyum, rasanya membuat ku
percaya bahwa beliau pasti lah seorang
yang kuat dan tak kenal menyerah. Semangatnya untuk sembuh nyaris menghipnotis
kami, untuk kuat dengan sakit atau ujian lainnya yang tengah mendera. Ibu.. aku akan belajar
menjadi wanita yang kuat seperti ibu.
Dan diluar dari dialog yang inspiratif
ini, sejujurnya saya berniat izin pamit ketika sesi yoga akan dimulai. But.. dosen tercinta (yang dulu
mengenalkanku pada komunitas ini), menyarankanku untuk tinggal sedikit lebih
lama untuk melihat sesi yoga. Wah.. saya merasa tidak enak hati. Beliau sudah
menyiapkan matras untuk saya, dan pada hari itu saya justru tidak membawa
celana buat yoga. Akhirnya saya yang tadinya cuman diam ngeliat instructor
bercerita soal yoga, perlahan mulai mengikuti gerakan si ibu instructor. Ya..
dengan kondisi saya yang hanya bermodalkan rok dan jilbab besar, gerakan ku
agak kaku dan terbatas mengikuti beberapa gerakan saja. Wow.. ternyata ini yah
yang namanya yoga. Sebenarnya saya benar-benar takut sih ikut yoga, soalnya
pernah dengar pak ustadz berkata kalo bisa jadi media kesurupan. Saya tak
begitu mengikuti ceramah pak ustadz tersebut (sayangnya). Saya pun dibuat
hati-hati jadinya. Pengalaman pertama ikut yoga cukup mengesankan. Apalagi buat
saya yang hampir 4 bulan kemarin kerjaannya kebanyakan cuman stay depan laptop,
ditemani stumpuk kertas revisi skripsi dan laporan praktikum para junior. Cukup
mampu meregangkan sendi-sendi yang sungguh teramat kaku. Ffiuhhh… saya suka
saya suka tapi kalo keingat kata-kata pak ustadz, saya mungkin bakalan coba
buat ikut peregangan badan yang umum-umum saja hehehe
Itu adalah kegiatan pertama yang aku
jalani bersama komunitas peduli kanker ini. Kegiatan berikutnya adalah
kunjungan rumah sakit kepada para pasien wanita yang tengah mengidap kanker. Kunjungan
ini berlangsung pada bulan Januari 2016. Siang itu cuaca Makassar amat teramat
cerah. Tapi tak menghentikan langkah kecil ku menuju rumah sakit Ibnu
Sina. Aku memasuki pintu utama, dan
bertemu dengan banyak orang dengan air muka yang beragam. Tentunya didominasi
oleh raut wajah orang-orang yang tengah melawan pedihnya sakit yang tengah
mendera. Ahh.. Ya Rabb. Betapa bersyukurnya hari ini masih bisa berjalan
kesana-kemari. Mereka menyadarkanku kembali akan pentingnya 5 perkara sebelum 5
perkara. Sehat sebelum sakit. Lapang
sebelum sempit. Kaya sebelum miskin. Muda sebelum tua. Hidup sebelum mati.
Mengamati lantai pertama rumah sakit
nyaris bikin aku lupa dengan tujuan awalku. Aku pun menuju lantai 5
bertemanikan beberapa pasien dan dokter, didalam sebuah lift. Tak lama pintu
nya terbuka dan aku menemukan bu Nita,
sang ketua komunitas ini yang tengah duduk serius sembari memegang
handphone-nya yang tak pernah diam. Ketika melihat wajahnya.. sekali lagi aku
dibuat terpukau olehnya. Dia adalah juga seorang pengidap kanker, yang melakoni
pekerjaannya sebagai seorang dosen dan sangat aktif kesana kemari untuk
mengampanyekan peduli kanker. Melihatnya saja.. seolah tak percaya kalau beliau
adalah pengidap kanker. Aku menyapanya, dan kami pun mulai menyusul para
relawan yang terlebih dahulu sudah berada di kamar pasien cancer.
Ada satu pasien yang cukup menarik
perhatianku. Aku tak ingat lagi namanya. Beliau seorang wanita paruh baya, dan
badannya berisi. Beliau tengah menjalani perawatan untuk breast cancer yang tengah dideranya. Ternyata ini bukan
perawatannya yang pertama kalinya. Beliau juga sudah pernah menjalani perawatan
beberapa tahun silam. Kini, dia baru saja menjalani operasi atas kanker yang
menderanya. Dan saya semakin terkejut, ternyata di usianya yang tak lagi muda..
beliau belum berumah tangga. Saya semakin terhipnotis mendengar ceritanya,
betapa beliau menjalani kehidupannya sendiri di sebuah kabupaten yang jauh dari
Makassar. Beliau seorang yang pekerja keras dan sangat amat bertanggung jawab.
Pernah dia berniat untuk resign,
namun atasan beliau sangat menyukai kinerjanya.. maka niatnya pun jadi
tertunda. Beliau berkata.. bahwa beliau sangatlah menikmati hidupnya yang penuh
kerja keras itu. Hingga akhirnya beliau tidak menyadari bahwa dirinya telah
berada dibatas “lelah”, yang masih terus dipacu untuk terus bekerja. Hingga
mengabaikan, bahwa “saya lelah dan saya butuh istirahat”, “saya lelah dan saya
ingin bahagia”. Singkat cerita seperti itu.. entah mengapa aku tak mengingat cikal bakal
sadarnya beliau akan gejala cancer yang
menderanya, beliau pun mulai menjalani penngobatan demi pengobatan. Menjalani
hidup sebagai seorang yang tak lagi sehat seutuhnya, tak membuat beliau kabur
begitu saja dengan pekerjaan yang telah dinikmati dan menemaninya selama bertahun-tahun. Beliau
tetap bekerja dengan penuh tanggung jawab, tetap semangat. Meskipun mungkin ia
terkadang terlalu memaksakan diri, dan lupa bahagia.
Hingga hari ia Rabb menghendaki
pertemuanku dengan beliau. Dengan kondisinya yang butuh banyak istirahat,
yang butuh banyak perhatian, dan butuh banyak injeksi dukungan semangat. Bu Nita
dan ibu-ibu lainnya pun, terus menyemangati beliau untuk tidak putus asa dari
rahmat dan kuasa Allah. Terus mendoakan, memintanya untuk menjadi bahagia untuk
setiap hal yang tengah dijalaninya, berani untuk “rehat kan jiwa dan raga”
ketika rasa penat dan lelah menghadang, dan terus berpikiran positif. Setelah
berbincang agak lama, kami pun pamit dan hatiku cukup tersentuh akan pelajaran
hidup yang telah diberikan melalui hidup yang telah dijalaninya. Sekuntum
senyuman penuh keyakinan kuat,
mengiringi langkah kami meninggalkan kamar beliau. Semoga beliau senantiasa
dalam dekapan Allah, dalam naungan kasih sayang-Nya, selalu bahagia, dan
diangkat penyakitnya. Aamiin.
Kami pun bergegas menuju pasien
berikutnya. Kali ini pasien berada di rumah sakit yang berbeda, namun jaraknya
tidak begitu jauh. Rumah sakit Awal
Bross, kami pun tiba di salah satu kamar pasien setelah perjalanan selama
kurang dari 5 menit. Dan seorang ibu muda dengan senyuman meneduhkan tengah
menyambut kedatangan kami. Namun siapa yang menyadari bahwa, dibalik senyuman ibu
berinisial “M” ini.. ada penyakit yang mungkin telah merenggut senyumnya dikala
malam sepi menjelang. Dia juga adalah salah satu penderita breast cancer. Besok pagi adalah jadwal operasi beliau. Ditemani
sang ibu, beliau mencoba tegar menjalani takdir yang Allah gariskan padanya.
Beliau tetap ceria.. beliau tetap semangat.. beliau tetap optimis dapat sembuh.
. seperti tidak sedang sakit. Whoa.. wahai Rabb yang menakdirkanku menemui para
orang-orang kuat ini, betapa bersyukurnya dapat menjadi bagian yang senyum dan
lisannya telah menorah secercah harapan bagi mereka. Semoga dosanya diampunkan,
operasinya berjalan lancar, diberi kesembuhan, dan kesehatan yang semakin
mendekatkan kepada-Nya. Aamiin.
Kami pun melaju ke kamar berikutnya.
Kamar 108. Dan betapa terkejutnya ketika aku melihat wajah pasien berikutnya. Dia
adalah gadis yang aku temui di Cancer
Woman Charity Desember lalu. Dia adalah seorang gadis kuat yang baru saja
menjalani operasi akan penyakit Breast
Cancer yang dideranya. Betapa tidak, dia bersama seorang adik laki-lakinya
telah ditinggalkan kedua orang tuanya sejak lama. Usianya beberapa tahun lebih
tua dibandingkan aku. Dia menjalani operasinya yang lalu pun sendirian.
Beruntung sang paman sudah dapat menemaninya saat ini. Whoa.. so strong. Aku saja.. ketika divonis dan
diminta operasi empat tahun lalu oleh seorang dokter bedah, sungguh tidak
berani. Pada akhirnya memutuskan untuk memulai hidup sehat saja.. dan tidak
kembali lagi ke pak dokter bedah. V_v saya benar-benar belum punya keberanian.
Adapun sang kakak ini.. sama sekali tak punya keraguan untuk memutuskan dibedah
diruang operasi. Kondisinya hari ini tidak seperti orang sakit. Dan lagi-lagi…
Senyum merekah itu menghiasi kamar rumah sakit siang itu.
Sesaat aku merenung. Terharu dan tersentuh dengan perjuangan
mereka untuk sembuh. Ini baru empat cerita loh, gimana jadinya kalo ada 50
cerita? I absolutely will be more surprised :’’) Pertemuan
hari ini begitu bermakna, dan membuatku bercermin dengan kondisiku saat ini.
Aku juga punya sakit, meskipun tidak separah mereka. Aku juga punya masalah,
meskipun tidak sekompleks mereka. Aku punya cerita sedih,begitupun mereka.. tapi mereka tak
pernah mengeluh. Rasanya diri ini malu sekali. Cobaan setiap orang memang
berbeda-beda. Sesuai dengan kadar kesanggupannya.
Namun diri ini tetap begitu terpacu
menjadi wanita yang lebih kuat lagi, atas segala persoalan yang tengah datang
menghadang. Membuatku ingin selalu bersyukur. Betapa nikmat sehat, menjadi
begitu teramat berharga oleh orang-orang yang terbaring di rumah sakit. Betapa
nikmat waktu lapang menjadi begitu disesali, ketika tak mampu dipergunakan
untuk mengisinya banyak kebaikan. Nikmat sehat dan waktu lapang. Ya. Setiap
pribadi menjadi sangat merugi jika
keduanya tak mampu dimaksimalkan untuk mengumpulkan banyak pundi-pundi
kebaikan. Terima kasih Allah… terima kasih para sahabat.. membuat batinku
tersadar, untuk lebih menghargai nikmat yang Allah berikan secara gratis tanpa
syarat. Serta membuatku memompa semangat untuk bangkit dari keterpurukan,
karena ternyata.. banyak orang diluar sana yang memilih untuk bangkit, ketika
kesedihan telah nyaris membuatnya meratapi takdir. Memilih optimis, ketika
harapan hanya 1% saja. Mencoba kembali tersenyum, untuk semua kesedihan yang telah merebut bahagianya.
Alhamdulillah.. Alhamdulillah..
4 Februari lalu, komunitas ini
mengadakan lagi kunjungan di rumah sakit Wahidin Sudirohusodo. Sekaligus
memperingati World Cancer Day. Pukul
07.30 a.m, para relawan berjejer di depan pintu masuk rumah sakit sambil
memegang kertas yang lumayan besar yang isinya kurang lebih kayak gini, “Cancer, Think Survive.. We Can, I Can”.
Kami pun disambut pandangan penuh tanya,
dari setiap orang yang akan memasuki rumah sakit ini. Bukan hanya pasien, calon
pasien, dokter coass, bahkan dokter beneran pun awalnya kebingungan melihat
segerombolan orang berseragam putih berjejer menyambut mereka. Hingga akhirnya
ketika langkah mereka semakin dekat, kebingungan mereka pun sirna dari
penjelasan kami serta selebaran pamphlet yang kami bagikan. Mereka pun
tersenyum, apalagi bagi para calon pasien.. rasanya kami telah berhasil
menyuntikkan vitamin bahagia untuk mengawali harinya pagi ini :’’D dituntun oleh dokter Umi Mangesti, kami
diajak berkeliling rumah sakit untuk menebar semangat dan brosur “Cancer, Think Survive.. We Can, I Can”
kepada setiap pasien.
Selanjutnya kami berada didepan poli
bedah, kami berdiri di depan puluhan pasien yang tengah menunggu giliran untuk
diperiksa. Dihadapan mereka, kami mencoba memberi semangat.. memberi harapan..
menyorakkan yel yel “Kita Bisa, Saya
Bisa”, dan juga membagikan pamphlet.
Selanjutnya kami bergegas menuju kamar
pasien kanker, dan perjalanan kami berakhir di PCC (Private Care Center) R.S Wahidin Sudirohusodo.
Kegiatanku bersama para wanita-wanita
hebat ini sungguh aku syukuri. Bukan hanya semangat kepedulian yang mereka
tularkan, namun juga semangat untuk menjalani hidup dengan penuh kesyukuran,
kesabaran, dan senyuman bahagia. Ayo bangkit dari setiap keterpurukan, karena
kamu tidak berjuang sendirian.
Allah selalu bersama kita, dan banyak
wanita diluar sana yang juga berjuang dengan kisah hidupnya yang mungkin jauh
lebih rumit. Biarlah ada orang yang mengeluh dan meratapi kisahnya, tapi kamu,kita...Jangan. Ayo Bangkit dan teriakkan “We
Can, I Can”.
Dan 25 Februari yang lalu.. betapa rasa
sedih menyeruak dari dalam dada. Ibu “M” yang Januari lalu kami kunjungi di
rumah sakit Awal Bross, telah berpulang kepada Allah. Innalillahi wa inna
ilaihi rooji’uun. Masih ku ingat senyuman ramah ibu.. yang menyapa kedatangan
kami ketika tiba di kamar rawat inapnya.
Semoga amal ibadah ibu diterima disisi Allah. Semoga kesabarannya menghadapi
ujian atas penyakitnya, dapat meninggikan derajatnya disisi Allah. Aamiin.
Kisah ini menjadi pelajaran berharga
bagiku, dan juga bagimu pembaca yang baik hatinya. Semoga kita selalu menjaga
kesehatan, mensyukuri dan ridho dengan segala takdir yang Allah gariskan, mengurangi
mengeluh dan senantiasa berprasangka baik kepada-Nya, serta senantiasa
mengingat kematian. Bahwa.. kematian bisa datang kapan saja. Menyerang manusia
dengan tidak memandang usia, tanpa bisa ditunda. Semoga kita senantiasa dekat kepada-Nya,
senantiasa termasuk golongan orang-orang yang mampu naik kelas dari ujian yang
tengah mendera, senantiasa tidak disilaukan oleh dunia dan bersemangat untuk
mengumpukan pundi-pundi kebaikan untuk kehidupan di keabadian kelak, akhirat..
aamiin :’) tetap semangat kawan. Saling menasehati ya :’)
#ODOP_project
8 komentar
keren mbk ceritanya...apalagi ada sedikit ayat-ayat Al-Qur'an buat terus mengingat Tuhan.
BalasHapusMasyaAllah
BalasHapusMasyaAllah
BalasHapusSubhanallah..
BalasHapusTerimakasih uda mengingatkan kami,terutama saya pribadi untuk selalu mensyukuri nikmat sehat..
keren, saya merinding ... mengingatkan saya yang masih ndablek (mokong, malas, nakal) beribadah
BalasHapusmas heru nggak sendirian kok.. yuk.. sama-sama berjuang untuk istiqamah dlm kebaikan.. yeay!
HapusAku tersentuh mbak. Sungguh beruntung kita sehat sblm saket. Mksh atas tulisnnya y mbk👍
BalasHapusMasyaallah, subhanallah.. nikmat mna lagi yg engkau dustakan??
BalasHapus