Sekilas tentang: Sistem Resi Gudang untuk Hasil Panen Petani

by - 5:43 PM


A.      Sistem Resi Gudang
Saat panen raya, seringkali harga produk pertanian terlalu rendah sehingga menyebabkan petani merugi dan tidak lagi antusias untuk memanen. Hal ini tentu berkaitan dengan biaya panen yang harus dikeluarkan oleh petani jauh lebih besar dari harga produk hasil pertanian. Ditambah lagi dengan upaya penanganan hasil pertanian yang memiliki volume yang besar, mudah rusak, memakan tempat, serta produksi yang sifatnya musiman. Hal ini berimbas pada terjadinya jatuh pada komunitas pertanian (Muhi 2011).
Menyikapi hal tersebut disahkanlah sebuah UU No. 9 Tahun 2006 yang mencakup tentang sistem resi gudang. Undang-undang tersebut diamandemen yang kemudian menjadi UU No. 9 Tahun 2011. Melalui UU tersebut diketahui bahwa, sistem resi gudang adalah  kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi resi gudang. Sementara resi gudang adalah dokumen bukti kepemilikan atas barang yang disimpan di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Jika dikerucutkan meliputi bidang pertanian, maka sistem resi gudang didefinisikan sebagai bukti kepemilikan akan suatu barang yang disimpan oleh petani di gudang, yang barang tersebut dapat dialihkan bahkan diperjualbelikan. Resi  gudang terdiri atas resi gudang yang dapat diperjualbelikan (memuat perintah penyerahan suatu barang kepada orang yang memegang resi gudang, atas intruksi pihak tertentu), dan resi gudang yang tidak dapat diperjualbelikan (memuat aturan bahwa barang yang disimpan hanya  dapat diserahkan kepada penerima yang telah ditetapkan). Jadi petani menjamin produknya melalui resi gudang, dan resi gudang tersebut dapat digunakan kelak sebagai jaminan atas kredit dari perbankan maupun non perbankan (Ashari 2012).
 Adanya resi gudang dapat dimanfaatkan sebagai solusi atas melimpahnya hasil panen komoditas tertentu, pada masa panen yang juga berbeda-beda (Ashari 2012). Penerapan sistem resi gudang berpotensi menghasilkan banyak manfaat bagi petani misalnya diperolehnya harga yang lebih baik (dengan menunda waktu penjualan), memperoleh pembiayaan dengan cara yang mudah, dan adanya kepastian tentang kualitas serta kuantita barang yang akan disimpan. (Bappebti 2011).
Penerapan sistem resi gudang di Indonesia juga menuai beberapa kendala misalnya jumlah gudang penyimpanan hasil-hasil pertanian yang masih terbatas, ketidaksabaran para petani terkait sistem tunda jual produk hasil pertaniannya, serta masih minimnya sosialisasi tentang manfaat serta potensi sistem resi gudang di daerah potensial penghasil komoditas tertentu (Aryani 2008). Meskipun demikian telah diupakan sosialisasi tersebut diantaranya sosialiasi yang dilakukan oleh kemendag kepada mahasiswa Universitas Pajajaran, serta para petani di Grobogan, Jawa Timur (Bappebti  2014).
B.    Penerapan Sistem Resi Gudang
Pada tahun 2010 Sistem resi gudang sudah mulai dikembangkan dibeberapa daerah misalnya Banyuwangi, Sidrap, dan Kabupaten Pinrang. Sebelumnya pada tahun 2008 hingga 2009 penerapannya hanya terbatas pada daerah percontohan seperti kabupaten Gowa dan Indramayu (Putri 2012).
Sebuah studi dilakukan oleh Listiani dan Haryotejo (2013), terkait implementasi sistem resi gudang yang diterapkan di kabupaten Tuban, Jawa Timur. Komoditas yang paling banyak diproduksi di Tuban adalah jagung. Kabupaten Tuban telah mendapatkan satu gudang  yang merupakan milik pemerintah daerah, yang telah menerapkan sistem resi gudang terkhusus pada komoditi jagung. Petani yang memanfaatkan sistem resi gudang adalah mereka yang berlatar belakang pedagang dan mempunyai paling sedikit satu hektar luas lahan dari kebun. Adapun yang belum memanfatkan sistem resi gudang adalah petani kecil yang hasil produksinya paling besar adalah sebanyak 3 ton.  Hasil studi menunjukkan bahwa faktor utama yang cukup menarik petani untuk menerapkan sistem resi gudang adalah dukungan pemerintah, dan transparansi informasi kepada petani jika ada yang berminat membeli jagungnya. Gudang yang digunakan dilengkapi dengan alat pengering (dryer), namun hanya dapat difungsikan untuk gabah. Sementara untuk khusus jagung masih diupayakan. Hal ini menjadi penting sebab kadar air menjadi salah satu parameter yang menentukan kualitas jagung yang akan dijual.


Keterangan:
Manfaat Ekonomi
A. Keuntungan petani; B. Keuntungan Pembiayaan lainnya yang cepat dan mudah C. Dapat diagunkan
Manfaat Non Ekonomi
A. Kekuatan tawar B. Kepastian kualitas dan kuantitas barang yang dijaminkan C. Dapat dijadikan alat tukar barang
Biaya Ekonomi
A. Biaya administrasi dan penyimpanan B. Margin yang kecil C. Jaminan stol gudang  tidak layak karena suku bunga yang lebih tinggi
Biaya Non Ekonomi
A. Waktu pengurusan dan prosedur yang berbelit B. Fasilitas gudang yang tidak memenuhi standar C. Hasil produksi yang tidak memenuhi persyaratan untuk digudangkan
Penerapan sistem resi gudang oleh petani di kabupaten Tuban diawali dengan pengecekan kualitas jagung terkait kelayakannya untuk disimpan digudang. Pihak pengelola gudang akan menghubungi UPT Penguji Sertifikat Mutu Barang untuk mengecek persentasi kadar air, abnormal dari segi warna, biji pecah, serta kotoran-kotoran. Kualitas menjadi penting sebab akan mempengaruhi harga yang akan dituliskan dalam resi. Setelah lolos uji, akan dilakukan survei oleh pihak bank, dan dalam waktu dua hari akan terbit resi serta perncairan dana. Petani akan mendapatkan dana senilai 70% dari total harga jagung yang dititipkan di gudang dengan harga yang berlaku dipasaran.
Berdasarkan Gambar 1, ditunjukkan bahwa umumnya penerapan sistem resi gudang
di kabupaten Tuban lebih menggambarkan persepsi akan keuntungan dibandingkan dalam hal biaya. Persepsi manfaat yang diperoleh petani yakni dari sisi keuangan pada keuntungan petani (pembiayaan mudah dan cepat), dan resi yang ada dapat diagunkan serta diperjualbelikan.  Persepsi pertama sebesar 17,62% menunjukkan bahwa petani menganggap penundaan penjualan akan memberikan keuntungan lebih baik dari pada menjualnya langsung pada saat panen. Persepsi kedua (16,29%) adalah mekanisme gudang yang dianggap tidak rumit, sebab petani cukup membawa produk dan langsung dilakukan pengecekan kualitas kelayakan penyimpanan.

  
DAFTAR PUSTAKA

Aryani, R.R. 2008. Sistem Resi Gudang akan Diberlakukan Nasional. Tersedia pada: https://bisnis.tempo.co/read/121425/sistem-resi-gudang-akan-diberlakukan-nasional
Ashari. 2012. Potensi dan Kendala Sistem Resi Gudang untuk Mendukung Pembiayaan Usaha Pertanian di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi:29:(2): 129-143
Bappebti. 2011.  Sistem Resi Gudang sebagai Instrumen Pembiayaan. Tersedia pada: https://www.bappebti.go.id/
Listiani, N. Dan B. Haryotejo. 2013. Implementasi Sistem Resi Gudang pada Komoditi Jagung: Studi Kasus di Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan:7: (2)
Muhi, H.A. 2011. Fenomena Pembangunan Desa. Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Jatinagor. Tersedia pada: http://alimuhi.staff.ipdn.ac.id/wp-content/uploads/2011/08/FENOMENA-PEMBANGUNAN-DESA2.pdf
Putri, N.P. 2012. Sistem Resi Gudang Solusi Bagi Petani: Tersedia pada: https://www.bappebti.go.id/id/topdf/create/1044.html.
UU No. 9. 2011. Sistem Resi Gudang. Tersedia pada: http://regulasi.kemenperin.go.id/site/download_peraturan/165



You May Also Like

0 komentar

Blog Archive

Entri yang Diunggulkan

Ibrah: Orang-orang Pergi. Apakah Mereka Kembali?

Bismillah. Kepergian itu sulit. Tapi, kehilangan lebih sulit lagi. Mengapa orang-orang harus saling meninggalkan? Jawabannya membawa saya...

Nobody's perfect

Pengikut