Konsumsi air minum isi ulang bukan lagi hal yang baru bagi masyarakat. Jika diperhatikan maka seiring berjalannya waktu maka jumlah usaha depot air minum isi ulang mengalami peningkatan ditengah masyarakat. Air minum isi ulang jelas sangat memudahkan konsumen yang ingin mengonsumsi air minum secara praktis tanpa perlu lagi melalui proses pemasakan. Para konsumen tetap, tentu meyakini bahwa air minum isi ulang yang dikonsumsinya telah melalui serangkaian tahapan untuk menghilangkan atau meminimalisir cemaran fisik, kimia, serta membunuh bakteri yang merugikan kesehatan sampai pada batasan yang masih dapat diterima (merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.492/MENKES/PER/IV/2010, tentang persyaratan kualitas air minum).
Keunggulan lainnya adalah air minum isi ulang memiliki harga yang tergolong ekonomis bagi masyarakat apalagi kalangan mahasiswa. Meskipun demikian kerapkali beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa air minum isi ulang masih rentan mengandung cemaran bakteri yang berbahaya bagi kesehatan misalnya bakteri koliform dan bakteri E. coli. Keberadaan bakteri tersebut dapat disebabkan oleh penerapan teknologi radiasi sinar ultraviolet (UV) yang tidak maksimal selama proses pemurnian air minum. Secara umum prinsip penerapan teknologi radiasi sinar UV adalah memusnahkan bakteri berbahaya dengan merusak bagian penting dari selnya yaitu DNA (asam deoksiribonukleat) bakteri tersebut sebagai targetnya atau disebut juga proses desinfeksi.
Perlu diketahui apabila DNA bakteri telah rusak, maka sulit bagi bakteri untuk bertahan hidup sebab zat inti dari selnya (DNA) tak lagi berfungsi dengan baik. Kelebihan dari aplikasi radiasi sinar UV lainnya menurut Halim (2006) adalah ramah lingkungan, tidak menyebabkan perubahan rasa dan aroma pada air minum, cenderung memiliki biaya operasional yang lebih rendah dibandingkan dengan teknologi pemurnian air basis kimia seperti teknologi ozon, klorin, dan lain-lain. Meskipun demikian efektivitas teknologi radiasi sinar UV dalam memurnikan air minum dapat menjadi kurang maksimal tanpa proses penyaringan. Secara ideal paparan radiasi sinar UV pada proses pengolahan air minum dilakukan setelah proses penyaringan, yang biasanya dilakukan bertahap dengan memanfaatkan butiran karbon aktif dan pasir silika dengan ukuran yang bervariasi.
Hal ini ditujukan agar zat pengotor mampu diperangkap mulai dari ukuran yang paling besar hingga yang paling kecil. Sejumlah suspensi atau pengotor diperangkap, sebab dikhawatirkan nantinya akan menghambat aktivitas sinar UV dalam memusnahkan bakteri berbahaya. Selain itu, lampu UV harus diganti pada rentang waktu tertentu. Pada merek tertentu, perangkat lampu UV menunjukkan secara digital jumlah hari yang tersisa sebagai indikasi lampu UV masih layak digunakan. Apabila lampu UV tidak diganti secara berkala, maka proses pemurnian air minum tidak maksimal. Selain itu setiap perangkat sinar UV juga memiliki spesifikasi dalam memurnikan air dengan volume yang berbeda-beda.
Jika volume air yang dialirkan jauh lebih besar dibanding kemampuan dari perangkat sinar UV, maka ada peluang bakteri tidak termusnahkan. Pada akhirnya kita pun mengonsumsi air minum dengan jumlah bakteri yang tidak dalam batas aman. Hal ini menjadi salah satu penyebab terjangkitnya konsumen dengan penyakit diare. Aspek penting yang perlu diperhatikan para konsumen adalah ketersediaan perangkat desinfeksi atau pemurnian air pada depot air minum isi ulang (misalnya lampu UV yang difungsikan), serta kebersihan lingkungan sekitarnya sebab dikhawatirkan dapat menjadi kontaminan pada air yang telah melalui tahap desinfeksi. Salah satu contoh kasus adalah hasil penelitian Baharuddin dan Rangga pada tahun 2017, yang menunjukkan bahwa sejumlah depot air minum di kota Makassar masih mengandung bakteri berbahaya. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi tempat pengolahan air minum yang tidak memenuhi syarat, ditandai dengan peralatan desinfeksi yang rusak dan tidak layak lagi untuk digunakan.
ilustrasi gambar: tribun kaltim
Selain itu juga dipengaruhi oleh tidak tersedianya fasilitas pengisi galon dalam ruang tertutup, serta hal terparah apabila sama sekali tidak terdapat perangkat desinfeksi seperti sinar ultraviolet pada depot air minum isi ulang. Jika konsumen kurang peduli, maka diharapkan kini menjadi lebih waspada sebab menyangkut resiko kesehatannya secara individu, serta dapat menurunkan produktivitasnya dalam bekerja. Para produsen air minum isi ulang pun diharapkan jauh lebih menyadari dampak besar yang ditimbulkan dari penerapan pengolahan air minum isi ulang yang tidak sesuai prosedur desinfeksi yang seharusnya. Oleh karena itu, mari peduli dari sekarang sebab konsumsi air minum berkualitas merupakan bagian dari upaya menyayangi diri sendiri.(*)
Dipublish kembali
Artikel asli : (klik)--> http://parepos.fajar.co.id/2018/07/air-minum-isi-ulang-ekonomis-tapi-wajib-waspada/
Tags :
Pangan
0 komentar