Memahami Makna “Best Before” dalam Kemasan Pangan
Ketika tanggal atau bulan yang
tertera pada kemasan sudah
menghampiri, tak sedikit dari
para konsumen yang menganggapnya
tidak layak lagi untuk dinikmati.
Dan berikutnya kita pun menemukan
pangan tersebut sudah berada
di tumpukan sampah, yang sebenarnya
masih memungkinkan untuk diolah
kembali.
Penting untuk memahami makna
dari dua frasa best before serta expired
date pada kemasan pangan, yang memuat
informasi kadaluarsa. Menurut Arpah
(2007), best before dapat dinyatakan sebagai
tenggang waktu suatu produk masih mampu untuk mempertahankan kualitasnya
sesuai yang diharapkan konsumen.
Hal ini juga mengindikasikan bahwa
kondisi terbaik produk tersebut untuk
dikonsumsi adalah sebelum tanggal atau
bulan bahkan tahun yang tertera dalam
kemasan tersebut.
Jika dibandingkan dengan expired
date, pangan dengan label best before
atau ‘baik digunakan sebelum’ lebih berkaitan
dengan upaya agar konsumen dapat
menikmati pangan tersebut dalam
kondisi yang paling prima atau dengan
kesegaran yang optimal. Tentu hal ini
berlaku selama kemasan belum dibuka.
Sebab sekecil apapun celah
terbuka, tentu proses
kontaminasi akan mulai
terjadi misalnya melalui
udara yang berperan untuk
menurunkan kualitas
pangan baik dari segi nutrisi
maupun sensori. Adapun
jika dikonsumsi sesaat
setelah lewat waktu yang tertera, disertai
kemasan yang masih utuh maka tidak
memberikan efek yang berbahaya bagi
kesehatan namun kesegaran atau kualitas
prima secara perlahan akan mengalami
penurunan.
Hal ini menjadikan label best before tidak mengindikasikan keamanan pangan, namun lebih kepada peran mikroba pembusuk dalam menurunkan kualitas sensori, serta beberapa faktor lainnya yang dipicu oleh perubahan fisikokimia. Hal penting lainnya adalah alangkah bijaknya jika produk pangan tersebut disimpan sesuai saran serta petunjuk yang tertera pada kemasan. Sesaat setelah kemasan dibuka misalnya, disarankan menyimpan susu cair pada suhu kulkas dan agar dihabiskan selama 4 hari atau menyimpan susu bubuk pada wadah yang kering, tertutup rapat, dan dihabiskan dalam waktu 3 minggu.
Meskipun begitu, kita tetap harus jeli melihat indikasi kerusakan pada pangan yang telah melewati waktu best before. Tentu indrawi kita yang meliputi penciuman, peraba, perasa, tak akan berdusta dalam mendeteksi ketidaknormalan pangan yang berimbas pada kelayakannya untuk dikonsumsi. Oleh karenanya pangan dengan label best before sebaiknya tidak diperdagangkan kembali, karena terkhusus kualitas sensorinya perlahan mulai mengalami penurunan. Bukankah konsumen menginginkan kondisi pangan terbaik dalam bentuk aroma, tekstur, warna, kenampakan, maupun rasanya? Hal ini termaktub dalam PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, pada pasal 27 ayat (2), bahwa meskipun keterangan yang digunakan adalah kata “baik digunakan sebelum”, namun hal ini tidak mengurangi makna ketentuan yang menyatakan tentang larangan memperdagangkan pangan yang melampui saat kadaluwarsanya.
Berbedabest before, label expireddate justru menyatakan kewaspadaan tinggi untuk tidak mengonsumsi pangan setelah waktu yang tertera dalam kemasan. Berdasarkan dengan serangkaian uji mikrobiologis dan sensori, dikhawatirkan akan memberikan efek fatal bagi kesehatan. Salah satu hal yang mendasari kewaspadaan ini adalah munculnya mikroba patogen yang berperan dalam menimbulkan penyakit pada tubuh.
Kekeliruan menganggap pangan lewat waktu best before tidak layak dikonsumsi menyebabkan tingginya kontribusi sampah yang berasal dari rumah tangga. Hal ini tanpa disadari bermuara kepada kebiasaan mubadzir. Sehingga tidaklah keliru FAO dalam memperkirakan sekitar 1,3 miliar ton pangan terbuang begitu saja setiap tahunnya. Oleh karenanya pemahaman yang baik akan sangat membantu dalam memaksimalkan konsumsi pangan dengan bijak, serta mengurangi kontribusi kita terhadap peningkatan sampah. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi sampah pangan yakni membeli pangan sesuai kebutuhan alias tidak berlebihan. Sebab pada akhirnya sungguh miris jika pangan harus dibuang karena kadaluwarsa. Hal lainnya yang dapat dilakukan adalah menyimpan produk pangan sesuai saran penyimpanan yang terletak dalam kemasan. Selain itu kepanikan akan tenggang waktu yang tertera dalam kemasan pangan tertentu, dapat dialihkan dengan berupaya untuk mengkreasikan beragam produk menjadi olahan pangan misalnya membuat aneka kue berbahan dasar mentega serta tepung terigu yang notabene-nya telah lewat masa kualitas terbaiknya. Dan tentu hal terbaik adalah mengedukasikan pemahaman ini kepada orang disekitar anda, agar lebih bijak dalam menangani pangan yang telah melewati masa best before untuk dikonsumsi. Sekarang sudah tercerahkan dengan label best before dalam kemasan pangan, bukan? Mari bersama meminimalisir sampah pangan, dimulai dari diri sendiri.
Ditulis oleh Rizki Aristyarini
0 komentar