Bergulat dengan Nafsu
Mentari nampaknya hendak berpamitan lagi dengan ku hari
ini. Ahh.. Sedih rasanya. Sepertinya ada yang ku sesali kala ia beranjak
meninggalkanku. Bukan karena malam akan segera tiba, bukan itu. Kala ku tatap
mega yang mulai memerah, akal sontak menggiringku kembali ketika diri ini masih
bersujud pilu dipenghujung fajar, dihadapan Sang Maha Pencipta. Masih teringat
diri yang memohon diampuni. Ingatan itu terus melaju dan melaju hingga apa yang
kulakukan semenit yang lalu. Astaghfirullahal’adzim.
Rupanya dosa dan pelanggaran masih sempat menghiasi perjalanan hari ini. Lagi-lagi
lisan ini mengucap istighfar. Dunia ini kenyataannya mampu membutakan akalku,
mengunci hatiku, kala aku luput dan lalai akan pantauan Sang Maha Menyaksikan. Astaghfirullahal’adzim.
weheartit.com
Kurenungi hari yang telah kulewati. Rentang 24 jam yang
kumiliki tak ada bedanya dengan 24 jam para ustadzah, para ilmuwan, para
pedagang. Kusadari diriku yang ingin bergerak pergi dari kemalasan. Ku paksa
diriku meski awalnya begitu sukar, demi sejuta kegiatan dan mimpi yang terus
menghantui. Ku hampiri sebuah buku kecil yang masih putih, bersih. Perlahan ku
torehkan sekumpulan agenda yang akan kulakukan, lengkap dengan waktu dan
deadline-nya. Lega rasanya. Buku itu senantiasa menemani kemanapun langkah ku
pergi. Sesekali buku itu ku pandangi, dan kembali mengingat waktu yang masih
tersisa untuk ku. Hingga akhirnya tiba waktunya mentari hendak pamit. Lagi-lagi
kupandangi catatanku. Ya Allah.. masih
ada beberapa agenda hari ini yang masih belum terselesaikan. Ku tarik
dalam-dalam udara senja, Aku bertanya dalam pikirku, “mengapa ini dapat terjadi?”. Sekumpulan syaraf seolah menggiring
ingatanku pada serangkaian agenda hari ini yang nampaknya terlalu berlebihan.
Bermain gadget melewati
batas misalnya. Oh ya… nampaknya hari ini, diri terlalu berkompromi akan
keadaan. Hingga akhirnya tak mampu bertindak sedikit keras, bahwa waktunya
sudah kelamaan. Dan kali ini ungkapan “penyesalan
selalu datang belakangan”, sepertinya telah menderaku, memberi beban yang
baru akan malam ku dan esok hari ku. Sedih rasanya, ketika nafsu begitu
memegang kembali akan hatiku yang tak dapat konstan akan satu hal. Tiba-tiba ku
teringat akan nasihat seorang ustadzah, “Hati
itu kalau tidak diisi dengan iman, maka akan didominasi oleh nafsu. Keduanya
tidak dapat berada pada satu tempat. Jika imanmu sedang turun, maka nafsu mu
akan memegang kendali”. Kalimat singkat namun memiliki makna yang dalam. Memang
benar adanya.. bahwa anak adam harus mampu mengendalikan nafsunya, karena jika
tidak maka yang akan terjadi adalah sebaliknya. Mungkin hari ini aku adalah
korban nafsu yang bertindak semena-mena, akan diriku yang tak mampu berjuang memegang
kendali.
Mungkin… ini yang membedakan seseorang dengan para ulama serta
para cendekiawan sukses. Nafsu yang liar mampu dikendalikan, waktu yang terbatas
24 jam setiap harinya mampu mereka taklukkan. Aku mau seperti mereka, punya
agenda segudang namun mampu membagi rata dengan asas keadilan, bahkan tubuhnya
pun punya hak untuk beristirahat. Maha Suci Allah yang mengajarkan sebuah
pelajaran lagi dihari ini, nampaknya ini terlihat sepele namun dampaknya begitu
fatal. Tak bisa membayangkan jika pekerjaan yang tak kelar disiang hari, harus
ku tuntaskan hingga malam beralih ke fajar. Parahnya tubuh tak mampu lagi ku penuhi hak-nya, dan
pekerjaan ibu tak mampu lagi kuringankan meski sebatas mencuci piring makanku
sendiri. Astaghfirullah. Nafsu oh
nafsu… Dengan memohon kekuatan kepada Rabbku, akan kupegang tali kendali ‘tuk
belajar menjinakkan mu setiap saat. Yakini kehadiranmu pasti menggeser posisi
Tuhanku yang memegang kerajaan di hatiku yang mudah rapuh. Semoga dzikrullah
senantiasa menjadi senjata terbaik ‘tuk mengendalikan bujuk rayu syaithan, sang
penguasa nafsu. Semoga menyadari sifat Maha Melihat Allah, mampu membuat lisan
beristighfar dan perlahan mampu mengendalikan nafsu serta memaksimalkan waktu.
pinterest.com
Mungkin pada beberapa keadaan.. seseorang harus jatuh
dulu, untuk menyadari kesalahan. Jika begitu, semoga hati masih sensitif untuk
membedakan kebaikan dan keburukan, agar dapat mengambil pelajaran dari setiap
kesalahan yang menghadang. Ya, Allah masih menghendaki sensor hati masih
berfungsi, semoga nikmat ini tidak kita sia-siakan dan mampu kita maksimalkan. Astaghfirullahal’adziim.. Astaghfirullahal’adziim..
Semoga tekad kuat mampu menguatkan jiwa yang mampu dilemahkan oleh ganasnya
nafsu dan indahnya dunia. Ku tak ingin kesalahan ini berulang lagi, memperbaiki
koneksi kepada Rabb semoga mampu menguatkan kedua kaki ini ‘tuk melangkah
dijalan yang diridhoi-Nya, bersama segenap mimpi dan agenda yang tak pernah
berhenti menagih setiap hari.
(2011)
***
Saat tengah mencari inspirasi menulis, penulis teringat
kembali ketika diri hendak hijrah dari kemalasan :’) pernahkah kawan
merasakannya? Semoga tulisan ini
dapat mewakili kondisi jiwa yang hendak berjuang mengendalikan nafsu duniawi,
mari senantiasa saling menguatkan, saling mengingatkan akan Rabb dan sederet mimpi
yang harus segera diraih, sebab kamu tak berjuang sendirian. #Berrrsemangat
#Tulisanke31_Pekanke8_Bulanke2
4 komentar
bermuhasabah setiap baca tulisan neng khofiyaa
BalasHapusDiksinya keren terhanyut sudah.
BalasHapusuntuk intropeksi diri..terimakasih mbak
BalasHapusSaya nyerah kalau disuruh bermain-main diksi begini ..
BalasHapuskeren mbk Khofiya