fungsi mahasiswahimatepaIlmu MAHA-siswakekeluargaankekerasanop3mopklpengkaderanteknologi pertanianuhuniversitas hasanuddin
Sedikit materi "Format Pengkaderan" dari Seniorku
Pengkaderan berasal
dari kata kader yang memiliki arti bimbingan-bimbingan yang diberikan kepada
penerus atau pelanjut atau generasi baru untuk membentuknya menjadi
pribadi-pribadi yang berkualitas sesuai dengan tujuan pengkadernya. Pengkaderan
dapat juga disebut re-generasi. Pengkaderan dianggap penting dalam suatu
organisasi karena disinilah proses perekrutan anggota baru yang kelak akan
meneruskan atau mengurus organisasi
tersebut dengan segala aturan yang ada. Pengkaderan merupakan satu hal yang
penting untuk dilaksanakan. Tentu dalam pengkaderan itu banyak hal yang akan
ditanamkan, dalam jangka waktu tertentu. Melalui pengkaderan pula
pemahaman-pemahaman yang berbeda disatukan. Sehingga calon kader-kader akan
menjalankan organisasi nantinya sesuai dengan nilai-nilai yang ingin dicapai
oleh organisasi tersebut.
Pengkaderan yang
dilaksanakan oleh Himpunan Mahasiswa Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin
(HIMATEPA UH) memiliki dua tahapan. Dua tahapan itu adalah pengkaderan awal dan
pengkaderan lanjutan. Pengkaderan awal adalah proses pengenalan atau mengetahui
karakter dan fungsi sebagai mahasiswa
yakni, agent of change (pembawa perubahan), social control (kontrol sosial),
dan moral force (penjaga moral) bagi calon kader baru. Pengkaderan lanjutan adalah proses untuk belajar me-manage atau
mengatur banyak hal serta cara pengaplikasian fungsi-fungsi mahasiswa bagi
calon kader baru. Pengkaderan awal terdiri atas penyambutan, OP3M (Orientasi
Pengembangan Pola Pikir Mahasiswa), dan OPKL (Orientasi Pengembangan Kemampuan
Lapangan), yang kurang lebih berlangsung selama setahun. Kegiatan tersebut
tentu saja memiliki nilai-nilai tersendiri yang diharap mampu terserap oleh
calon kader baru. Sementara pengkaderan lanjutan mencakup bimbingan-bimbingan
bagi calon kader-kader baru yang telah melewati tahap pengkaderan awal.
Pengkaderan memiliki
dua landasan yaitu landasan filosofi dan landasan normatif. Landasan filosofi
mencakup manusia dan mahasiswa dengan tiga fungsi yang dimilikinya serta pengabdiannya pada masyarakat. Sedangkan
landasan organisasi menyangkut konstitusi atau aturan yang harus dilalui
calon kader-kader baru atau mahasiswa baru jika ingin menjadi angggota HIMATEPA
UH, dan aturan tersebut bersifat normatif atau harus dipatuhi.
Manusia pun memiliki
dimensi yang telah menjadi bagian dari dirinya. Dimensi atau filosofi tersebut
terdiri atas tiga hal yakni, intelektual, pengetahuan atau kognitif, sikap atau afektif, dan keterampilan, skill
atau psikomotorik. Pada aspek intelektual, manusia itu terus belajar yang dapat
ia peroleh dari mana saja baik pendidikan formal maupun non formal. Pada aspek
sikap, manusia seharusnya bersikap atau memiliki akhlak yang baik, yang selaras
dengan intelektualnya, karena menjadi manusia yang berintelektual namun tidak
disertai dengan akhlak yang baik tentu tidak ada artinya. Keduanya harus
seimbang. Pada aspek keterampilan, merupakan aplikasi dari aspek intelektual
dan sikap.
Pada prosesi pengkaderan, dari nama saja banyak orang yang merasa risih dengan nama ini. Ada yang bilang kata
“pengkaderan” terlalu terkesan militer. Bahkan pihak birokrasi meminta untuk
mengganti kata pengkaderan dengan pembinaan. Hal ini disebabkan karena
pengkaderan dianggap terkait dengan kekerasan. Belum lagi
ditambah dengan banyaknya
berita-berita yang ditayangkan oleh
media, bahwa kekerasanlah yang menyebabkan mahasiswa meninggal dunia. Sehingga pengkaderan seringkali diidentikkan dengan kekerasan. Akibatnya banyak calon kader yang
terus saja merasa takut.
Kekerasan yang dilakukan
oleh pengkader terhadap adik-adik yang dikadernya
terkadang di salahartikan. Kekerasan yang ditangkap oleh calon kader-kader baru terkadang
mengambil kesimpulan bahwa pengkaderan
itu keras sebab mereka dikerasi. Entah itu push up, dan sebagainya. Namun tidak mencoba melihat aspek lainnya, dan
mencoba memikirkan kenapa mereka
dikerasi. Kekerasan itu adalah teknis pengkaderan.
Kekerasan bisa saja terjadi akibat kesalahan yang dilakukan
oleh kader-kader baru yang tidak sesuai dengan aturan organisasi, yang menyebabkan ia menerima perlakuan yang dianggap keras itu, misalnya tidak tepat waktu dalam
pertemuan anggota, tidak hadir tanpa alasan yang jelas, dan kesalahan-kesalahan
lainnya yang mungkin dianggap sepele. Namun, hal ini semata-mata sebagai balasan bagi yang melakukan kesalahan agar menyadari kesalahannya dan tidak mengulanginya lagi.
Selain itu, bentuk perlakuan tadi juga menjadi pengujian seberapa baik dan kuat mental dan nyali kita. Mental yang
kuat tidak akan mundur jika telah dikerasi satu kali tanpa menimbang penyebab
mengapa ia dikerasi. Hal ini sebagai wujud
kepedulian dan wujud kasih sayang para pengkader dalam proses pembentukan karakter bagi calon-calon kader
baru atau mahasiswa baru. Salah satu
tujuannya agar para kader-kader baru menjadi pribadi yang tangguh, tidak
cengeng, dan tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Jika suatu proses pengkaderan memiliki hasil tidak sesuai yang
diharapkan misalnya, apa yang diharapkan para pengkader bagi calon kader ternyata
tidak sampai atau belum dipahami oleh calon kader baru, maka yang patut mengevaluasi diri dalam hal ini adalah pengkadernya. Pada evaluasi tersebut adalah menganalisis apa penyebab nilai-nilai yang diharap tersampaikan bagi para calon kader baru belum dicapai. Sehingga hal ini menjadi pembelajaran bagi para pengkader untuk lebih memperbaiki aspek-aspek yang harus
diperbaiki agar pentransferan ilmu
ataupun nilai-nilai kepada calon kader
selanjutnya dapat tersampaikan, dan dipahami.
Pada pengkaderan
HIMATEPA UH juga memiliki prinsip keilmuan yang berdasar ketuhanan, sehingga
pribadi yang tidak memiliki tuhan, tidak
dapat menjadi anggota HIMATEPA UH. Hal ini adalah satu hal yang tidak boleh
diabaikan. Hal ini disebabkan karena setiap apa yang kita lakukan tidak boleh membuat kita berlepas diri dari
Tuhan kita, dengan kata lain setiap berbuat harus senantiasa selaras dengan
intensitas ibadah kita kepada Tuhan.
Hingga tidak ada aktivitas pengkaderan yang bertentangan dengan ibadah
anggota-anggotanya. Saat pengkaderan
berlangsung misalnya, para calon kader dipersilahkan untuk beribadah menurut agamanya masing-masing seperti
melaksanakan shalat fardhu, mempercepat pulang kala ada anggota atau calon kader yang berpuasa,
dan sebagainya.
Pada diri mahasiswa
harus ada lima nilai yang melekat dan harus dituangkan untuk mengubah atau mengembangkan tiga dasar filosofi manusia/dimensi ke arah yang lebih baik. Lima nilai tersebut adalah
kemanusiaan, keilmuan, kemahasiswaan, keorganisasian, dan keprofesian. Hal tersebut diupayakan dimiliki oleh pribadi setiap kader,
agar menjadi kader yang berkualitas.
Misalnya pada aspek
kemanusiaan, setiap orang adalah makhluk sosial yang pasti membutuhkan orang
lain dalam setiap aktifitasnya, sehingga untuk itulah perlunya menjaga sikap,
perlakuan dalam pergaulan. Setiap orang juga selalu berproses, dan mengarahkan
dirinya ke arah yang dia anggap positif.
Pada aspek keilmuan, dari
segi afektif kita diharapkan untuk tidak
pelit ilmu kepada orang orang lain, senantiasa membagi ilmu dengan senang hati
kepada orang lain, dan memiliki sifat
“anti kemapanan” dalam menuntut ilmu. Sifat anti kemapaman mengajarkan kita
untuk tidak pernah merasa puas dengan ilmu yang dimiliki namun, senantiasa
merasa perlu untuk terus menerus belajar agar wawasan bertambah. Sehingga dengan sendirinya kita
akan memiliki karakter sebagai manusia yang rendah hati. Belajar pun bisa dari
mana saja, bahkan dari kakak-kakak senior pun bisa, karena tidak ada gunanya
menjadi seorang mahasiswa jika tidak memiliki ilmu yang mapan. Mahasiswa baru
atau calon kader tidak perlu merasa malu
untuk belajar kepada kakak-kakak senior,
karena dengan begitu ada dua keuntungan
yang diperoleh yakni bertambahnya ilmu
atau wawasan, ditambah lagi ikatan silaturrahmi semakin erat dengan kakak-kakak senior. Sehingga tidak merasa kaku lagi jika bertemu
kakak-kakak senior.
Mahasiswa harus belajar
dengan baik, jika tidak mau harus dipaksa belajar, agar kelak menjadi lulusan
yang berkualitas, tidak mengecewakan, dan membanggakan orang tua. Jika malas
belajar, sungguh kita tidak memikirkan perasaan orang tua yang telah bersusah payah untuk membiayai pendidikan
anaknya yang kita ketahui tidak semua orang dapat merasakan bangku kuliah.
Namun, jika aspek
keilmuan dikaitkan dengan sistem pendidikan di Indonesia maka ada hal yang
patut diperhatikan. Sistem pendidikan Indonesia mengajarkan pelajar-pelajarnya
menjadi pelajar yang memiliki sifat individualistik. Pada pola pikir individualistik
yakni membuat mahasiswa untuk menjadikan kuliahnya hanyalah semata-mata untuk
mendapatkan IPK tinggi dengan indeks prestasi yakni A, lalu sarjana. Padahal yang diharapkan ada pada mahasiswa ialah sifat
tidak pernah merasa puas dengan ilmu yang dimiliki. Sikap individualistik ini
pun dapat menyebabkan mahasiswa tidak peduli atau bersikap apatis mengenai
fungsinya sebagai masyarakat. Pola pikir inilah yang semestinya diubah.
Pada aspek
keorganisasian, mahasiswa diharapkan mampu untuk mengorganisir, me-manage, atau
mengatur aktifitasnya, agar tidak terbengkalai. Bukan hanya mengatur waktu
dengan baik, dan bijak, namun bagaimana ia mampu mengembangkan diri dan
potensinya melalui organisasi. Sehingga dari situlah ia belajar banyak hal
termasuk cara mengatur waktu, bergaul dengan banyak orang, dan tidak kaku dalam
pergaulan. Organisasi pun sebagai pendamping aktivitas mahasiswa dalam
mengembangkan aspek akademiknya, karena meraih akademik tanpa mengembangkan
potensi itu tidak cukup. Yang terbaik adalah jika keduanya berjalan dengan
seimbang.
Pada aspek kemahasiswaan, berkaitan dengan pergerakan mahasiswa dan fungsi-fungsi mahasiswa, yang
dimana mahasiswa merupakan pemuda yang diharapkan mampu mengadakan perbaikan ataupun perubahan ke arah lebih baik bagi negeri ini. Beberapa pergerakan mahasiswa yang tidak asing seperti
lahirnya Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang merupakan awal lahirnya pergerakan mahasiswa, yang juga dianggap
sebagai hari kebangkitan nasional. Kelahiran budi utomo menumbuhkan kesadaran rakyat Indonesia untuk bangkit
dari penindasan dan meraih kemerdekaan,
dan berjuang untuk belajar dan meningkatkan kualitas diri melalui pendidikan.
Selain Budi Utomo,
dalam pergerakan mahasiswa juga ada yang dikenal dengan peristiwa sumpah pemuda
pada tanggal 28 Oktober, yang bertujuan
untuk menyatukan pemuda seluruh Indonesia yang tadinya hanya berkumpul pada
daerahnya masing-masing, peristiwa rengasdengklok yang ditandai dengan desakan pemuda-pemuda Indonesia kepada presiden Soekarno untuk mempercepat
hari proklamasi atau kemerdekaan Indonesia, serta penumpasan
PKI yang dianggap ingin mengubah
ideologi pancasila yang merupakan
ideologi bangsa Indonesia. Hal tersebut merupakan salah satu aplikasi dari fungsi mahasiswa yakni social
control, mahasiswa menjadi penyalur aspirasi rakyat seperti yang terlihat pada penumpasan PKI, dan tuntutan mahasiswa melalui trikora (tiga tuntutan rakyat), yang dalam peristiwa tersebut menyebabkan ada mahasiswa yang meninggal, hal tersebut semata-mata diperjuangkan mahasiswa untuk kesejahteraan
masyarakat Indonesia.
Pada aksi
mahasiswa tahun 1998 terjadi penuntutan terhadap Soeharto untuk turun jabatan sebagai
presiden Indonesia, dan pada akhirnya presiden Soeharto pun bersedia turun dari jabatannya. Inilah masa dimana kekuasaan
orde baru runtuh. Semangat juang mereka senantiasa
diharapkan dapat tertular kepada
mahasiswa atau generasi muda saat ini. Karena mahasiswalah kelak yang menjadi
pengganti para negarawan saat ini, yang kelak diharapkan mampu melakukan perbaikan dalam hal pendidikan, hukum, dan banyak hal lainnya.
Tentu dengan karakter-karakter yang baik. Terkadang niat baik mahasiswa justru
dipandang lain oleh masyarakat dan media yang terkadang terlalu melebihkan, yang
diharapkan hal tersebut tidak menciutkan semangat mahasiswa Indonesia.
Nilai berikutnya adalah
dari aspek keprofesian. Pada aspek ini terkait dengan
bentuk tanggung jawab kita terhadap ilmu yang kita miliki, yakni bagaimana kita
sebagai mahasiswa atau kaum terpelajar mampu mengaplikasikan apa yang
telah dipelajari di bangku kuliah
serta pengalaman yang telah dilalui, dapat diaplikasikan
atau dimanfaatkan dalam pengabdian pada masyarakat kelak. Khususnya bagi
masyarakat yang notabenenya berprofesi dalam lingkup pertanian. Pada akhirnya diharapkan kelima nilai tadi berjalan dengan sinkron sehingga tercipta karakter mahasiswa yang baik.
Selain itu ada
tiga pendekatan yang dilakukan kepada
calon kader. Tiga pendekatan itu terdiri atas pendekatan represif, partisipatif,
dan persuasif. Pendekatan partisipatif adalah pendekatan yang jarang digunakan.
Sementara pendekatan persuasif adalah pendekatan yang bersifat kekeluargaan. Pendekatan
Represif adalah pendekatan yang menggunakan kekerasan untuk membentuk mental
kader-kader baru. Dari ketiga pendekatan, metode represif adalah metode yang
paling sering digunakan. Sifat “keras” yang diterapkan kepada calon kader
seperti dibahas sebelumnya, hanyalah masalah teknis semata.
Beberapa contoh
aplikasinya adalah dengan gertakan, menyuruh mahasiswa baru menundukkan kepala
saat berjalan, tidak senyum, dan menjaga omongan saat berhadapan dengan senior.
Bukan hanya itu, menyuruh mahasiswa baru
untuk push up jika melakukan suatu pelanggaran, juga merupakan sala satu metode
represif yang telah diterapkan pada mahasiswa baru. Hal ini tentunya dilakukan
untuk membuat calon kader tunduk dan patuh dengan perintah kakak senior.
Sehingga hal itu akan memudahkan senior untuk mengkader mahasiswa baru sesuai
dengan tujuan organisasi HIMATEPA UH.
Pengkaderan yang
dilakukan tentunya memiliki efek jangka panjang. Kelak mungkin manfaatnya akan
lebih terasa. Kita akan mampu menjalin persahabatan dengan lebih baik,
berbicara dengan baik, mampu
mengorganisir banyak hal, disiplin, bertanggung jawab, dan banyak
lain. Tentu saja itu bukan hasil
bimbingan singkat. Hal tersebut tentu diperoleh setelah menjalani proses dalam
waktu yang tidak pendek di HIMATEPA UH nantinya.
Efek lain dari
pengkaderan adalah akan menciptakan kader yang tidak apatis terhadap hal-hal
yang terjadi di sekitarnya. Hal ini akan sangat bermanfaat di dunia kerja
kelak. Selain itu, ia akan menjadi pribadi yang tidak apatis terhadap
negaranya. Pengkaderan juga akan mengubah watak mahasiswa baru yang tadinya
mungkin suka hura-hura, dan menyibukkan diri untuk kepentingan sendiri saat
SMA, sekarang justru dibuka wawasannya untuk lebih peka terhadap hal-hal yang
terjadi disekitarnya. Pengkaderan pun akan membimbing mahasiswa baru menjadi
mahasiswa yang ammapu menyeimbangkan antara organisasi dan akademis.
Sebenarnya kekerasan yang
ingin ditekankan adalah bukan dalam bentuk fisik tapi lebih untuk membentuk mental dan nyali. Untuk
membentuk mental kader-kader baru, harus dalam kondisi ekstrim. Dengan begitu
ia akan merasa tertekan, sehingga menyebabkan ia cenderung tunduk dan patuh
akan perintah senior, dan hal tersebut bisa saja membuatnya memberontak jika
batas penekanan mentalnya terlalu keras. Sehingga, kondisi ekstrim dapat
membentuk kepribadian dan membuat mahasiswa baru menjadi segan. Aplikasi atau contoh
kecilnya saat seorang murid disuruh untuk mengerjakan soal dipapan tulis.
Pendekatan represif
juga terdapat pada tahap pengkaderan pertama HIMATEPA UH. Tujuan yang ingin
dicapai adalah mengubah atau membentuk sifat kader yang pada awalnya membawa arogansi
dari daerah masing-masing lalu hal tersebut ingin diubah menjadi pribadi yang
menjunjung tinggi persamaan, sehingga terciptalah pribadi yang berkualitas,
tidak arogan. Dalam tiga tahap pengkaderan ada 100% pembagian pada dimensi
manusia. Sebanyak 70% lebih ditekankan pada aspek afektif atau sikapnya. Dan
30% mengacu pada aspek kognitif dan psikomotorik.
Pembentukan karakter
dengan muatan 70% merupakan suatu hal yang penting. Pembentukan karakter yang
baik mulai ditanamkan di HIMATEPA UH sejak proses pengkaderan dimulai.
Contohnya, membentuk pribadi yang menjunjung tinggi persamaan, satu dalam
lingkaran keluarga Tekpert, membentuk pribadi yang cinta lingkungan, juga
membentuk pribadi yang dapat mensyukuri hidup dengan turun langsung mengamati
kehidupan masyarakat yang tergolong ekonomi rendah, yang tinggal dalam kompleks
Universitas Hasanuddin. Hal ini semata-mata untuk mencegah mahasiswa yang
nantinya akan menjadi mahasiswa yang tak bermoral, apatis, dan tak dapat
melaksanakan fungsinya sebagai mahasiswa. Diharapkan dengan perlakuan
represif itu mampu membentuk karakter manusia yang anti mapan,
tidak pernah bosan untuk berproses menjadi lebih baik, dalam menuntut ilmu, dan
militansi.
Harus selalu ada
evaluasi jika setiap proses pengkaderan telah berakhir. Hal itu dilakukan untuk
mengetahui apakah calon kader kita memiliki perubahan ke arah positif, menjadi
berkualitas, atau tidak mengalami perubahan sama sekali. Evaluasi juga
bertujuan untuk meluruskan pola pikir mahasiswa yang mungkin sempat salah
tanggap ataupun keliru mengenai kegiatan pengkaderan yang telah dilakukan.
Selain itu, sisi positif evaluasi juga akan mendekatkan hubungan antara
mahasiswa baru dan motivatornya. Sehingga akan mengurangi kecanggungan junior
terhadap senior.
Melalui evaluasi juga akan diluruskan hubungan
antara 5K dengan pengkaderan, sehingga dari situlah digambarkan kepada
mahasiswa baru bahwa pengkaderan tidaklah seburuk yang mereka pikirkan, namun
memiliki nilai-nilai yang ingin ditumbuhkan di dalam diri kader-kader barunya.
Dan nilai-nilai tersebut nantinya akan banyak memberi efek positif bagi para
mahasiswa baru.
Dalam pengkaderan juga dilakukan
semacam kontrak dengan calon kader atau mahasiswa baru. Hal tersebut menyangkut
beberapa hal yang harus dipatuhi mahasiswa baru, dalam jangka waktu tertentu, dan
akan mendapatkan sanksi tertentu jika kontrak tersbeut dilanggar. Kontrak
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kepedulian mahasiswa baru terhadap
pengkaderan. Selain itu sebagai salah satu proses pembelajaran yang diterapkan
kepada mahasiswa baru. Lebih tepatnya mahasiswa baru dididik menjadi pribadi
yang komitmen, bertanggung jawab, dan berani bicara, protes, jika kontrak tersebut dianggap tidak sesuai atau
tidak mampu dilakukan oleh mahasiswa baru.
Membahas mengenai
pengkaderan lanjutan, salah satu contohnya adalah menjadikan mahasiswa baru
sebagai pelaksana kegiatan atau turun langsung dalam suatu kegiatan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengetahui kemampuannya dalam me-manage suatu organisasi dalam
bentuk kecil, seberapa besar ia komitmen dengan tanggung jawab yang diberikan,
dan seberapa mampu menjadi orang yang dipimpin atau memimpin. Pengkaderan
lanjutan juga dilakukan untuk mengetahui siapa saja mahasiswa baru yang
sungguh-sungguh ataupun setengah-setengah dalam menngikuti atau melaksanakan
proses pengkaderan.
Terkait dengan
pendekatan represif yang identik dengan kekerasan, maka dilakukanlah
pengkaderan lanjutan yaitu, bimbingan. Bimbingan dilakukan untuk menambah wawasan mahasiswa baru, meluruskan
pola pikir yang sempat keliru, juga mencegah para mahasiswa baru agar tidak melakukan
kekerasan kepada mahasiswa baru
selanjutnya dengan niat yang salah yaitu balas dendam. Melalui bimbingan, para mahasiswa baru ditekankan bahwa setiap
pengkaderan itu punya makna.
Ada hal-hal tertentu yang ingin dicapai dalam setiap pengkaderan yakni agar
makna-makna pengkaderan tersebut dapat
sampai ke para mahasiswa baru, tentu dengan pendekatan yang dianggap akan
efektif yaitu, represif. Selain itu bimbingan juga dilakukan untuk mengubah
pola pikir bahwa kekerasan itu jangan
sampai dilakukan kepada mahasiswa baru selanjutnya dengan niat yang salah tapi senantiasa dilakukan untuk membuat calon kader patuh dan tunduk, sehingga lebih memudahkan
untuk membentuk pribadi yang bermental baja, dan berkualitas.
Dalam organisasi juga
terjadi seleksi alam. Orang yang paling unggul lah yang mampu bertahan. Orang
yang bisa bertahanlah yang akan tetap
tinggal. Begitu pun di HIMATEPA UH, tidak sembarang atau tidak semua orang
dapat menjadi anggota ataupun pengurus. Seleksi alam tersebut dapat kita lihat dalam setiap tahap pengkaderan yang dilakukan,
ada-ada saja mahasiswa baru yang tidak dapat bertahan, hingga akhirnya
tersisih.
Seleksi alam, hal
tersebut tidak hanya berlaku pada setiap tahap pengkaderan,
tetapi ada juga
seleksi yang dilakukan
untuk mencari mahasiswa baru untuk
menjalankan suatu amanah tertentu. Contoh
kecilnya adalah dalam memilih ketua OPKL. Ketua yang terpilih pastilah orang
yang berkualitas, mampu menjalankan amanah, dan dianggap baik oleh
teman-temannya. Semuanya memiliki proses.
Sehingga konsep
pengkaderan yang baik menurut saya adalah mencoba dengan kekeluargaan lebih
dahulu, bersifat welcome kepada mahasiswa baru sehingga ia menganggap HIMATEPA
UH adalah keluarganya sendiri, tapi dari awal memang sudah diterapkan ketegasan
terhadap mereka, dan berlakunya sanksi jika ada pelanggaran. Istilahnya penggabungan
keduanya. Dari awal rasa persaudaraan mereka harus sudah dipupuk. Proses
tahapan pengkaderan pun agar maksimal diharapkan semua panitia menjalankannya
dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas kader, bukan karena tujuan lain
seperti ploncoh, ataupun keinginan membalas perlakuan seniornya dahulu kepada
mahasiswa baru.
sourcH:: kanda Husni ->ex.himatepa UH 2006
->i.net ^^
0 komentar