Makna dibalik Seratus Ribu Rupiah
Seratus ribu rupiah. Bagi anak-anak, nominal
tersebut adalah angka yang sangat funtastic. Bayangkan saja? Siapa sih
anak-anak yang nggak ngeh dikasi lembaran kertas merah itu? Bakalan puas makan
permen seharian. Seratus ribu rupiah bagi sebagian orang adalah angka yang luar
biasa banyak, namun tidak dengan sebagian lainnya. Namun entah kenapa seratu
ribu yang kita anggap sangat ‘wahh…’ itu justru terkadang membuat kita linglung
sendiri. Ternyata uang seratus ribu saya sudah habis…
Uang adalah masalah yang sangat sensitif, penuh
godaan, dan menimbulkan kebimbangan. Kadang kita baru bisa belajar bagaimana
cara menghargai uang setelah uang itu habis atau mungkin nggak ada dalam
genggaman kita lagi. Dari seratus ribu rupiah kita bisa belajar banyak hal
seperti kesabaran, syukur, dan cermat.
Di luar sana, begitu banyak jiwa-jiwa yang mesti berjuang demi seratus ribu
rupiah. Tidak. Mungkin hanya demi lima ratus rupiah. Namun, diseberang sana ada
pula jiwa-jiwa yang tengah asik dan dibuat pusing how to spend its? Begitulah kita, manusia.
Saya akan menceritakan suatu kisah singkat. Ada
seorang tukang cuci dengan ciri fisik badan yang besar, dia seorang wanita,
seorang ibu. Saat melihat ia menyikat pakaian, kamu akan takjub. Selain
ditunjang dengan deterjen, Ia memiliki tenaga yang wahh bagi seorang wanita,
karena ia mampu menghilangkan noda yang mungkin bagi kamu itu sangatlah sulit,
dengan tenaga ekstranya. Namun ibu tersebut bukanlah robot, bukan pula mesin.
Suatu saat juga akan merasakan yang namanya lelah, collapse.
Tiap hari.. dia akan ke rumah-rumah untuk membabat
habis cuciannya. Kalo gak salah biayanya perbulan setiap rumah itu sekitar 70
ribu/bulan (every day), belum lagi kalo doi bantuin si punya rumah cuci piring,
buang sampah mungkin, dan sebagainya. Ada juga yang menghargai jasanya sebesar
seratus ribu rupiah, termasuk jasa cuci baju satu ember besar yang hampir
setiap hari full+nyapu rumah&teras+ngepel+lipat baju+jemur baju+cuci piring
(kalo ada yang kotor). Walaupun tidak terlihat, tentu kita akan ngerasain
betaap lelahnya setiap hari membersihkan banyak hal dari satu rumah ke rumah
lain. Dia butuh, benar-benar butuh kerja keras demi meraih satu lembar nominal
seratus ribu. Butuh, untuk dia makan, untuk dia hidup.
Begitulah ia. Dengan kerja kerasnya saya pikir
seratus ribu rupiah itu gak cukup. Tapi.. setiap orang yang mempekerjakannya
pasti sudah punya pertimbangan masing-masing. Lain lagi dengan anak-anak penjual
kue-kue tradisional yang kerap kali kita temui di kampus ataupun di
jalan-jalan. Kalo kita pikir, mungkin dia nggak sekolah, atau dia sekolah dulu
trus lanjutin cari uang buat bantu orang tuanya. Semua itu demi uang… untuk
melanjutkan hidup, untuk makan. Pernah nggak kita memposisikan diri sebagai ibu
perkerja keras tadi atau.. anak-anak penjual kue itu?? Semuanya butuh kerja
keras. Seratus ribu rasanya sangatlah berharga bagi mereka.
Tapi ada
juga yang nggak seperti itu. Dia dapat dengan mudah meraih seratus ribu dari
tangan-tangan orang tuanya. Setelah
itu.. gak tau deh. Mungkin aja itu akan menjadikannya arogan. Padahal semua itu
pemberian Allah Subhanahu Wata’ala.
Tapi tapi tapi gak semua orang itu boros dalam
menggunakan seratus ribunya. Hingga terkadang hal itu membuat seseorang terkadang
menjadi sangat irit. Yang terpenting
adalah kita yakin.. kalo yang kita lakuin terhadap uang itu, bukan perilaku
boros dan nggak bermanfaat.
Kita kembali diingatkan dengan kisah ibu diatas yang
memberi kita pelajaran untuk lebih menghargai uang. Bukannya pelit, tapi mari…
kita, ya ! kamu adan aku, bersama-sama belajar me-manage uang, dan menggunakannya sesuai kebutuhan. Salah satu
caranya adalah pertama-tama setelah menerima uang, hal yang dipikirkan adalah
“berapa rupiah yah yang saya harus tabung dari seratus ribu rupiah??”
selebihnya menggunakannya untuk hal-hal yang menurut kita itu bijak. Tentu ..
kita harus senantiasa mengingat arti penting seratus ribu rupiah bagi
orang-orang yang kekurangan, dan membutuhkan diluar sana, nah.. setidaknya hal
itu akan menjadikan kita berpikir berkali-kali untuk menggunakan uang untuk
keperluan yang mungkin nggak penting. Secara tidak sadar mungkin kita akan
menjadi pribadi yang sabar, sabar dalam menggunakan uang, serta mampu mengendalikan
hawa nafsu. Bukan hawa nafsu yang mengendalikan kita.
Semoga kita bisa jadi lebih bijak
Semoga kita bisa jadi lebih cermat
Semoga kita bisa jadi lebih peka dan peduli
Semoga kita bisa lebih belajar menghargai uang
Sebelum kita benar-benar kehilangannya disaat kita
sangat
membutuhkannya
karena sebuah keserakahan
Mari sama-sama kita belajar.
*nasihat untukku dan untukmu,
0 komentar