Makna dibalik Seratus Ribu Rupiah

by - 1:31 PM


Seratus ribu rupiah. Bagi anak-anak, nominal tersebut adalah angka yang sangat funtastic. Bayangkan saja? Siapa sih anak-anak yang nggak ngeh dikasi lembaran kertas merah itu? Bakalan puas makan permen seharian. Seratus ribu rupiah bagi sebagian orang adalah angka yang luar biasa banyak, namun tidak dengan sebagian lainnya. Namun entah kenapa seratu ribu yang kita anggap sangat ‘wahh…’ itu justru terkadang membuat kita linglung sendiri. Ternyata uang seratus ribu saya sudah habis…
Uang adalah masalah yang sangat sensitif, penuh godaan, dan menimbulkan kebimbangan. Kadang kita baru bisa belajar bagaimana cara menghargai uang setelah uang itu habis atau mungkin nggak ada dalam genggaman kita lagi. Dari seratus ribu rupiah kita bisa belajar banyak hal seperti kesabaran, syukur, dan cermat. Di luar sana, begitu banyak jiwa-jiwa yang mesti berjuang demi seratus ribu rupiah. Tidak. Mungkin hanya demi lima ratus rupiah. Namun, diseberang sana ada pula jiwa-jiwa yang tengah asik dan dibuat pusing how to spend its? Begitulah kita, manusia.
Saya akan menceritakan suatu kisah singkat. Ada seorang tukang cuci dengan ciri fisik badan yang besar, dia seorang wanita, seorang ibu. Saat melihat ia menyikat pakaian, kamu akan takjub. Selain ditunjang dengan deterjen, Ia memiliki tenaga yang wahh bagi seorang wanita, karena ia mampu menghilangkan noda yang mungkin bagi kamu itu sangatlah sulit, dengan tenaga ekstranya. Namun ibu tersebut bukanlah robot, bukan pula mesin. Suatu saat juga akan merasakan yang namanya lelah, collapse.
Tiap hari.. dia akan ke rumah-rumah untuk membabat habis cuciannya. Kalo gak salah biayanya perbulan setiap rumah itu sekitar 70 ribu/bulan (every day), belum lagi kalo doi bantuin si punya rumah cuci piring, buang sampah mungkin, dan sebagainya. Ada juga yang menghargai jasanya sebesar seratus ribu rupiah, termasuk jasa cuci baju satu ember besar yang hampir setiap hari full+nyapu rumah&teras+ngepel+lipat baju+jemur baju+cuci piring (kalo ada yang kotor). Walaupun tidak terlihat, tentu kita akan ngerasain betaap lelahnya setiap hari membersihkan banyak hal dari satu rumah ke rumah lain. Dia butuh, benar-benar butuh kerja keras demi meraih satu lembar nominal seratus ribu. Butuh, untuk dia makan, untuk dia hidup.
Begitulah ia. Dengan kerja kerasnya saya pikir seratus ribu rupiah itu gak cukup. Tapi.. setiap orang yang mempekerjakannya pasti sudah punya pertimbangan masing-masing. Lain lagi dengan anak-anak penjual kue-kue tradisional yang kerap kali kita temui di kampus ataupun di jalan-jalan. Kalo kita pikir, mungkin dia nggak sekolah, atau dia sekolah dulu trus lanjutin cari uang buat bantu orang tuanya. Semua itu demi uang… untuk melanjutkan hidup, untuk makan. Pernah nggak kita memposisikan diri sebagai ibu perkerja keras tadi atau.. anak-anak penjual kue itu?? Semuanya butuh kerja keras. Seratus ribu rasanya sangatlah berharga bagi mereka.



 Tapi ada juga yang nggak seperti itu. Dia dapat dengan mudah meraih seratus ribu dari tangan-tangan orang tuanya.  Setelah itu.. gak tau deh. Mungkin aja itu akan menjadikannya arogan. Padahal semua itu pemberian Allah Subhanahu Wata’ala.
Tapi tapi tapi gak semua orang itu boros dalam menggunakan seratus ribunya. Hingga terkadang hal itu membuat seseorang terkadang menjadi sangat irit.  Yang terpenting adalah kita yakin.. kalo yang kita lakuin terhadap uang itu, bukan perilaku boros dan nggak bermanfaat.
Kita kembali diingatkan dengan kisah ibu diatas yang memberi kita pelajaran untuk lebih menghargai uang. Bukannya pelit, tapi mari… kita, ya ! kamu adan aku, bersama-sama belajar me-manage uang, dan  menggunakannya sesuai kebutuhan. Salah satu caranya adalah pertama-tama setelah menerima uang, hal yang dipikirkan adalah “berapa rupiah yah yang saya harus tabung dari seratus ribu rupiah??” selebihnya menggunakannya untuk hal-hal yang menurut kita itu bijak. Tentu .. kita harus senantiasa mengingat arti penting seratus ribu rupiah bagi orang-orang yang kekurangan, dan membutuhkan diluar sana, nah.. setidaknya hal itu akan menjadikan kita berpikir berkali-kali untuk menggunakan uang untuk keperluan yang mungkin nggak penting. Secara tidak sadar mungkin kita akan menjadi pribadi yang sabar, sabar dalam menggunakan uang, serta mampu mengendalikan hawa nafsu. Bukan hawa nafsu yang mengendalikan kita.
Semoga kita bisa jadi lebih bijak
Semoga kita bisa jadi lebih cermat
Semoga kita bisa jadi lebih peka dan peduli
Semoga kita bisa lebih belajar menghargai uang
Sebelum kita benar-benar kehilangannya disaat kita sangat
membutuhkannya
karena sebuah keserakahan

Mari sama-sama kita belajar.

*nasihat untukku dan untukmu, 

You May Also Like

0 komentar

Blog Archive

Entri yang Diunggulkan

Ibrah: Orang-orang Pergi. Apakah Mereka Kembali?

Bismillah. Kepergian itu sulit. Tapi, kehilangan lebih sulit lagi. Mengapa orang-orang harus saling meninggalkan? Jawabannya membawa saya...

Nobody's perfect

Pengikut