Mengadu Tanpa Suara
Pekatnya malam
menyeruak dalam pandangan
Semesta dengan
patuh menurut pada titah Tuhan-Nya
Bahwa tiba
masanya rembulan memamerkan pesonanya
Bahwa sudah
saatnya mentari sejenak tidur dalam keheningan
credit pict to www.pinterest.com/pin/384354149439244305/
Tentu saja
kan kubiarkan dia terlelap
Biar tangisku
tercurah, lepas, beradu dengan langkah sang waktu
Tanpa suara
ku sapu satu per satu jejaknya
Kala batinku
meringis pedih bak bayi yang terluka ditinggal ibunya
Ku hempaskan
kecewa dan letihku pada perhiasan dunia yang fana
Bahwa Tuhanku
tengah menarikku kembali pada takwa
Meski harus
hatiku remuk tak berdaya
Dia memeluk
hatiku, ‘kan membalutnya hingga sembuh bersama detakan jam yang tak berdosa
Ku sambut kemurahan-Nya,
hingga rasa malu disekujur tubuhku membeku, pasrah
Menunggu..
Kenapa harus
(selalu) biarkan banjir dipelupuk mata
Kenapa harus
biarkan hati hancur sia-sia
Lalu mau
kembali kepada-Nya?
Kenapa..
Biarkan Dia
menunggu diri sadar ‘tuk berbalik arah
Bahwa benar
tanpa-Nya, memang tak bisa apa-apa
it was done 10.24 p.m. then i feel better. of course it because Allah
la haula wa laa quwwata illaa billah
0 komentar