Bukan sekedar berisik

by - 6:24 PM

Hari ini kuputuskan untuk kembali menyibukkan diri di e-library kampus. Kurang lebih ruangan ini seperti warnet, diisi dengan banyak komputer yang disekat oleh dinding-dinding kecil. Pukul 08.00 kurang 20 menit bahkan ku telah duduk bertengger di depan pintu demi mendapatkan "kursi terbaik" wkwk. Tapi pagi ini tidaklah sedamai biasanya. Ada ibu-ibu yang saling bercengkrama tentang tesis dengan suara yang nyaring. Salah seorang sedang kepayahan menyalurkan topik tesis dan yang satunya lagi memberikan pencerahan tentang topik tesis yang dimaksud dengan penuh semangat. Bersyukur 10 menit kemudian mereka pun berlalu. Selepas itu tak lama kemudian datang lagi suara nyaring lainnya. Seorang anak kecil sedang belajar membaca didekat lorong PC-ku (personal computer). Aku sampai gemes mendengarnya berlatih membaca. Beruntung pula anak kecil tersebut tak bertahan lama diruangan ini, mungkin karena terlalu tenang. 

credit pic to http://dailycampus.com

Meskipun pada awalnya konsentrasiku terganggu, saya menyimpan kekaguman terhadap mereka. Semangat mereka untuk bisa tahu 'suatu hal baru' setidaknya bisa memotivasiku. Pada kacamata sang anak, belajar membaca adalah sebuah aktivitas yang menggugah semangatnya untuk secepatnya bisa membaca agar dapat mengetahui banyak hal yang ditawarkan dunia ini. Pada si ibu, tersirat rasa penasaran yang tinggi akan penyebab fenomena yang terjadi di sekitarnya untuk dapat dikaji secara ilmiah. 

Dua ilustrasi tersebut menunjukkan poin yang sama. Keduanya punya semangat tinggi dan rasa ingin tahu meskipun dengan lingkup yang berbeda. Kesamaan tersebut menunjukkan ciri sejati (dari sekian banyaknya ciri) sang pembelajar, selalu bergairah akan hal baru dan selalu tertantang untuk menemukan jawaban (red:kebenaran). Jadi kalo kita masih malas-malasan membaca textbook ataupun jurnal ilmiah, memilih acuh untuk persoalan disekitar kita (yang bisa jadi lingkup ilmu keahlian kita punya andil untuk memberikan solusi), lantas masih bisakah kita disebut mahasiswa atau lebih tepatnya seorang pembelajar?

diri ini butuh semangat yang selalu membara, maka mencari bahan bakar adalah jawabannya bisa jadi itu berasal dari dukungan orang-orang sekitar atau lain sebagainya. rasa ingin tahu yang mengasah nalar menurutku sebuah proses penting yang dapat menjadi cikal bakal terjawabnya atau terselesaikannya sebuah permasalahan di tengah masyarakat. Meskipun patut diakui untuk menyelesaikan sebuah permasalahan itu butuh penelitian yang berlanjut dari banyak aspek, tak cukup dengan satu penelitian tunggal.

Well... kembali kepada sang anak dan si ibu-ibu tadi. meskipun berisik mereka itu sangat mengganggu  (semoga si ibu-ibu khususnya, segera sadar untuk mencari tempat diskusi yang tepat), pada akhirnya ku berpikir bahwa selama proses belajar itu kita sejatinya tak bisa berdiri sendiri. kita butuh orang lain untuk berdiskusi, butuh tekad yang kuat, dan tentu saja butuh tempat yang ideal tanpa harus merugikan orang disekitar hehehe... 

sadarkah kita? kita adalah pembelajar sampai maut datang menutup mata.

“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih Allah cintai daripada seorang mukmin yang lemah, dan masing-masing berada dalam kebaikan. Bersungguh-sungguhlah pada perkara-perkara yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu bersikap lemah. Jika kamu tertimpa sesuatu, janganlah kamu katakan: ‘Seandainya aku berbuat demikian, pastilah akan demikian dan demikian’ Akan tetapi katakanlah: ‘Qoddarallah wa maa syaa fa’ala (Allah telah mentakdirkan hal ini dan apa yang dikehendakiNya pasti terjadi)’. Sesungguhnya perkataan ‘Seandainya’ membuka pintu perbuatan setan.” (HR. Ahmad 9026, Muslim 6945, dan yang lainnya).

maraji hadist:
muslimah.or.id

You May Also Like

0 komentar

Blog Archive

Entri yang Diunggulkan

Ibrah: Orang-orang Pergi. Apakah Mereka Kembali?

Bismillah. Kepergian itu sulit. Tapi, kehilangan lebih sulit lagi. Mengapa orang-orang harus saling meninggalkan? Jawabannya membawa saya...

Nobody's perfect

Pengikut