absorbansialbuminasambasadenaturasijembatan garamlogampanjang gelombangproteinspektralspektrofotometer
PART.3 BIOKIMIA PASCA PANEN - SIFAT SPEKTRAL MOLEKUL (ALBUMIN PUTIH TELUR)
A. Albumin
Albumin (albumin) adalah nama umum
dari sekelompok protein yang berupa koloid. Albumin merupakan unsur utama yang
terdapat padaputih telur (ovalbumin), merupakan unsur penting dalam serum darah
(Serum albumin), juga terdapat dalam susu (lactalbumin), jaringan dan cairan fisiologis dan dalam tumbuhan (vegetable (albumin). Hasil beberapa analisis menunjukkan bahwa albumin telur mengandung 54,3%, karbon,
7,1% hidrogen, 21% oksigen, 15,8% nitrogen, serta 1,8% sulfur. Albumin dapat bergabung
dengan beberapa logam berat, maka digunakan sebagai penangkal pada keracunan
garam-garam merkuri. Albumin dapat terkoagulasi atau terdenaturasi oleh panas, alkohol, atau asam (Makfoeld, 2006).
B. Pengaruh
Asam, Basa, dan Logam Berat terhadap pH Putih telur
Romanoff dan
Romanoff (1963) menyatakan bahwa nilai pH putih telur segar 7,6 kemudian akan meningkat menjadi 9,0 atau 9,7 setelah satu minggu. Perubahan pH putih telur ini disebabkan hilangnya CO2 dari telur. Penggantian CO2 yang hilang ini dengan
cara pemecahan bikarbonat. Bikarbonat
terdiri dari sodium dan potasium sebagai buffer. Bikarbonat yang semakin
menurun menyebabkan sistem buffer menjadi menurun.
Penambahan
asam maka pH menjadi turun dan harga E naik. Hal ini disebabkan karena dengan
bertambahnya asam, iob H+ semakin banyak. Ini membuktikan bahwa
larutan semakin asam, maka pH semakin kecil dan semakin banyak H+ maka muatan
ion semakin positif dan tentunya potensial semakin besar. Begitu sebaliknya,
jika adanya penambahan basa maka pH menjadi naik dan harga E turun. Ini menyebabkan pH semakin besar dan semakin banyak OH- maka muatan ion semakin negatif dan tentunya potensial semakin kecil (Anonim, 2012).
Reaksi yang
terjadi antara logam berat dengan protein akan mengakibatkan terbentuknya
protein logam yang tidak larut. Protein akan mengalami presipitasi bila beraksi
dengan ion logam. Pengendapan oleh ion positif (logam berat) diperlukan pH
larutan diatas pI karena protein bermuatan negatif sedangkan pengendapan oleh
ion negative diperlukan pH larutan dibawah pI karena protein bermuatan positif.
Ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein adalah Ag+, Ca2+,
Zn2+, Hg2+, Fe2+,Cu2+, dan Pb2+
. Sedangkan ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein adalah ion salisilat,
triklorasetat, piktrat, tanat, dan sulfosalisilat. Logam berat juga merusak ikatan disulfide karena afinitasnya yang tinggi dan
kemampuannya untuk menarik sulfur sehingga mengakibatkan denaturasi protein
(Febriliaar, 2012).
Molekul protein akan membentuk ion
positif dalam suasana asam, sedangkan dalam suasana basa akan membentuk ion negatif. Pada titik isolistrik protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama, sehingga tidak bergerak ke arah elektroda positif maupun
negatif apabila ditempatkan di antara kedua elektroda tersebut. Protein mempunyai titik isolistrik yang berbeda-beda. Titik isolistrik protein mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat hubungannya dengan pH isolistrik ini. Pada pH di atas titik isolistrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isolistrik,
protein bermuatan positif. Titik isolistrik pada albumin adalah pada
pH 4,55-4,90 (Poedjiadi, 1994).
negatif apabila ditempatkan di antara kedua elektroda tersebut. Protein mempunyai titik isolistrik yang berbeda-beda. Titik isolistrik protein mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat hubungannya dengan pH isolistrik ini. Pada pH di atas titik isolistrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isolistrik,
protein bermuatan positif. Titik isolistrik pada albumin adalah pada
pH 4,55-4,90 (Poedjiadi, 1994).
C. Pengaruh
Asam, Basa, dan Logam terhadap Protein Putih Telur
Asam dan basa
dapat membuat protein terdenaturasi. Protein juga memiliki titik isoelektrik
dimana jumlah muatan positif dan muatan negatif pada protein adalah sama. Pada
saat itulah, protein dapat terdenaturasi yang ditandai dengan membentuk
gumpalan dan larutannya menjadi keruh. penambahan asam dan basa dapat
mengacaukan jembatan garam yang terdapat pada protein. Ion positif dan negatif
pada garam dapat berganti pasangan dengan ion positif dan negatif dari asam
ataupun basa sehingga jembatan garam pada protein yang merupakan salah satu
jenis interaksi pada protein, menjadi kacau dan protein dapat dikatakan
terdenaturasi. Bentuk protein terdenaturasi yang mengendap ini juga dapat
diakibatkan oleh pengaruh logam-logam berat. Dengan adanya logam-logam berat
itu akan terbentuk kompleks garam protein-logam. Kompleks inilah yang membuat
protein akan sulit untuk larut. Dan sama dengan ketika protein terdenaturasi
akibat asam dan basa, entalpi pelarutannya akan naik. Protein bermuatan negatif
atau protein dengan pH larutan di atas titik isoelektrik akan diendapkan oleh
ion positif atau logam lebih mudah. Sebaliknya, protein bermuatan positif
dengan pH larutan di bawah titik isoelektrik membutuhkan ion-ion negatif.
Contoh ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein misalnya Ag+,
Ca2+, Zn2+, Hg2+, Fe2+,Cu2+,
dan Pb2+. Contoh ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein
misalnya ion salisilat, trikloroasetat, piktrat, tanat, dan sulfosalisilat. Namun selain membentuk kompleks garam protein-logam yang sukar larut, logam berat dapat menarik sulfur pada protein sehingga mengganggu ikatan disulfida dalam protein dan menyebabkan protein terdenaturasi
pula (Bisakimia, 2012).
pula (Bisakimia, 2012).
Logam alkali selalu membentuk basa kuat. Logam
alkali sangat aktif dan aktifasinya semakin besar dengan naiknya nomor atom.
Logam alkali tanah juga membentuk larutan yang basa tetapi lebih lemah jika
dibandingkan dengan logam alkali (Noor, 2012).
D. Spektrofotometri
Banyaknya sinar yang diserap akan
bergantung pada banyak molekul yang berinteraksi dengan sinar. Jika pengukuran
dilakukan pada suatu zat warna organik yang kuat/tajam berupa larutan pekat,
maka akan diperoleh absorbansi yang sangat tinggi karena ada banyak molekul
yang berinteraksi dengam sinar. Namun dalam larutan yang sangat encer, sangat
sulit untuk melihat warnanya (absorbansinya sangat rendah). Hal ini dapat
menyebabkan kesalahan pengukuran (akibat variasi konsentrasi larutan).
Konsentrasi larutan yang terlalu pekat perlu dilakukan pengenceran agar
absorbansinya dapat terbaca pada spektrofotometer (Dwicandra, 2012).
Terkait
spektrometri molekular kuantitatif, pengukuran absorbansi atau konsentrasi
transmitans dibuat berdasarkan satu seri (rangkaian) larutan pada panjang
gelombang yang telah ditetapkan. Panjang gelombang paling sesuai ditentukan
dengan membuat spektrum absorbsi dimana panjang gelombang yang paling sesuai
adalah yang menghasilkan absorbansi maksimum. Selanjutnya, panjang gelombang
ini digunakan untuk pengukuran kuantitatif (Darwindra, 2010).
Panjang
gelombang cahaya yang digunakan pada pengukuran absorbansi sampel menurut
Nurfaisyah (2011) adalah sebagai berikut:
Panjang Gelombang (nm)
|
Warna yang diserap
|
Warna yang
diamati/warna komplementer
|
400-435
|
Ungu
(lembanyung)
|
Hijau
kekuningan
|
450-480
|
Biru
|
Kuning
|
480-490
|
Biru
kehijauan
|
Orange
|
490-500
|
Hijau
kebiruan
|
Merah
|
500-560
|
Hijau
|
Merah
Anggur
|
560-580
|
Hijau
kekuningan
|
Ungu
(lembayung)
|
580-595
|
Kuning
|
Biru
|
595-610
|
Oranye
|
Biru
kekuningan
|
610-750
|
Merah
|
Hijau
Kebiruan
|
Sumber:
Faktor-faktor yang menyebabkan absorbansi dan konsentrasi
tidak linear menurut Seran (2012) yaitu:
1.
Adanya
serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu
larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat pembentuk
warna.
2.
Serapan
oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa, namun kuvet
dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3.
Kesalahan
fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau sangat
tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan
kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran atau
pemekatan).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2012. Potensiometri. http://catatankecilduniaku.wordpress.com/. Diakses pada tanggal 26 Februari
2013. Makassar.
Bisakimia,
2012. Denaturasi Protein. http://bisakimia.com/2012/11/11/denaturasi-protein/comment-
page1/. Diakses pada
tanggal 26 Februari 2013. Makassar.
Darwindra,
Harisdianto. 2010. Spektrofotometri. http://harisdianto.files.wordpress.com/2010/01/spektofotometri1.pdf. Diakses pada tangagl 28 Februari
2012. Makassar.
Dwicandra,
Oka. 2012. Kesalahan
Spektrofotometeriaaa. http://www.scribd.com/doc/86677341/
Kesalahan-Spektrofotometriaaa.
Diakses pada tanggal 11 November 2012. Makassar.
Febriliaar,
Dwi. 2012. Denaturasi, Koagulasi, dan Browning. http://blog.ub.ac.id/dwifebriliaar/
2012/09/27/denaturasikoagulasi-dan-browning-non-enzymatic/. Diakses pada tanggal 26 Februari 2013. Makassar.
Makfoeld,
Djarid. 2006. Kamus Istilah Pangan dan
Nutrisi. Yogyakarta: 2006
Noor, Afiff
Riskani. 2012. Laporan Kimia Dasar I
Sifat-sifat Unsur. http://semuacoretankuliah.blogspot.com/2012/11/bab-1-pendahuluan-
1.html. Diakses pada
tanggal 28 Februari 2013. Makassar.
Nurfaisyah,
2011. Spektrofotometri UV-Vis serta
Aspek Kualitatif dan Kuantitatifnya. http://nurfaisyah.web.id/spektrofotometri-uv-vis-serta-aspek-kualitatif -dan-kuantitatifnya.html. Diakses pada tanggal 28 Februari 2013. Makassar.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI
Press.
Romanoff, A. L. & A. J. Romanoff.
1963. The Avian Egg. 2nd. John Willey & Sons Inc., New York.
Seran, Emil.
2011. Spektrofotometer Sinar Tampak
(Visible). http://wanibesak.wordpress.com/2011/07/04/spektrofotometri-sinar-
tampak-visible/.
Diakses pada tanggal 11 November 2012. Makassar.
0 komentar