Sedetik
yang lalu.. aku bagai kembali ke masa lalu
Mengingat
kamu dan seluruh kekonyolan yang terjadi
Kala
kita muda dahulu
Saat
kata “cinta” begitu mudahnya terucap
Kala
hati tak dapat berbohong
Kala
hati tak mampu dikendalikan
Rasa
itu datang di sedetik yang lalu
Itu
dahulu…
Berapa
banyak waktu berlalu
Meski
segalanya berubah
Namun
cerita dahulu tak dapat berubah
sebagai
kepingan cerita untuk diingat, untuk dikenang, untuk dijadikan pelajaran
berharga
Ku
akui cintaku membuncah
Wajahku
merona kala kamu ada di depan mata
Namun
itu dahulu
Kini
cintaku bahkan begitu membuncah lagi
Bukan
denganmu, bukan.. bukan lagi
Namun
dengan-Nya
yang
mendewasakanku lewat cinta-Nya yang tak pernah surut
yang
mencintaiku kala yang lain berpaling
yang
mendengarkanku kala yang lain sulit memahami
yang
cintaNya mampu mengobati hati yang pilu,
mata
yang tak pernah kering atas butiran-butiran kekecewaan
dan
hati yang kerap kali terpuruk
Wahai
Sang Pencinta, Yang Maha Pengasih
Aku
yakin ada ruang hati yang tersisa
Namun
kini, cukup Engkau satu-satunya cinta
Lalu
nabi
Lalu
ibu.. lalu ayah
Lalu
ukhti.. lalu akhi..
Tetap
seperti itu, hingga pemiliknya datang.. saat waktunya tiba
Namun..
Kala
sesuatu tak terduga terjadi di depan mata
Izinkanku
menyelami makna pepatah
“Selamat datang rasa, tenanglah engkau di
dalam hati yang terjaga”.
NB:
Wahai Sang Pemilik Mawar, semoga suatu saat hidayahNya jatuh kepadamu.
0 komentar