Bersyukur, di Tengah Perihnya Candaan Verbal
Saya begitu takjub dengan
orang-orang baik yang Allah izinkan berkeliaran disekitar saya. Sungguh nikmat
Tuhan yang mana lagi yang dapat kita dustakan? Dari seluruh akumulasi dosa yang
tidak terhitung lagi, Allah masih izinkan dosa itu tertutup rapat sehingga
orang lain nyaman berkawan dengan diri yang lemah ini.
Lebih dari itu, mereka hadir
membawa karakternya masing-masing sehingga kita bisa belajar meneladani sisi
positif mereka yang terpancar. Tapi bukan hidup namanya jika tanpa up and down. Diantara pribadi yang baik itu, tak ayal ada pula pribadi
yang mungkin kadang membuatmu sedih. Entah itu lewat candaan verbal maupun
fisik, yang sampai bisa menimbulkan gejala psikis. Ooooops. Okay maafkan saya
mulai hyperbola.
Anggaplah kita adalah korban
candaan mereka, saking tersakitinya kita sampai ngomong kayak gini pas
dinasehatin untuk tetap sabar. “mereka becanda. Tapi mereka becandanya keterlaluan.“
Well..Itu Normal. Kita kecewa. Kita
sedih. Mereka asyik tertawa terpingkal-pingkal hingga hampir hilang
keseimbangan sementara disudut ruang yang sama, seseorang tertunduk penuh
rendah diri seolah segala kekurangan itu membalut sekujur tubuhnya. Wajar.
Wajar kita terluka. Namun, pernahkah kita mencoba memberi sedikiiit saja ruang
untuk memahami bahwa, setiap orang disekitar kita masing-masing hadir dengan
sebongkah kebaikan dan kelemahan. Bukankah kita pun juga demikian? Tapi mungkin
Allah tutupi, tapi mungkin belum kita sadari.
Ya, setiap orang tidak ada yang
sempurna. Sepahit dan sesakit apapun, kita boleh terus terang kepada mereka bahwa
“ini menyakitkan, ini keterlaluan”. Namun jika tidak ada tanggapan positif,
well bersiaplah menjadi sosok yang pemaaf dalam menjalani hari-hari ke depan.
Percayalah, ini tidak akan berlangsung lama. Jika candaan tajam itu tidak
berhenti, maka mungkin kita yang akan terbiasa dengan sikon (red: situasi dan
kondisi) itu hingga akhirnya kita tidak lagi terlalu mempermasalahkan
candaannya sebab sudah dianggap biasa ^^v ; atau mungkin kita jadi baper(red:
bawa perasaan) dan gak bisa move on lagi
untuk berpikir positif. Semua itu kita yang tentukan, mau jadi pemaaf atau
pendendam?
Pada awalnya mungkin sukses bikin
sedih, jangan pernah berhenti mendoakan kebaikan kepada saudara/I kita. Lalui
setiap hari dengan pikiran positif, mungkin mereka belum menyadari bahwa
candaan mereka yang terus berulang itu
telah menyakiti hati seseorang, bahwa candaan itu bisa saja berefek panjang dan
jadi mengerikan; mungkin saya pernah menyakiti seseorang maka saya harus
bermuhasabah (intropeksi diri); mungkin itu cara mereka untuk cepat dekat-akrab
dengan orang lain; mungkin Tuhan ingin kita jadi pribadi yang tidak terlalu
baper; mungkin ini salah satu ujian kesabaran dari Tuhan, dan saya harus bisa
lulus dalam menghadapinya.
Senantiasa terus belajar
memperbaiki diri, menjadi lebih baik lagi.
Hiasi diri dengan kebaikan, membalas keburukan dengan kebaikan, agar
secara tidak langsung menginspirasi orang lain untuk juga melakukan kebaikan
yang serupa. Doakan doakan doakan, sebab kita tidak pernah tahu pada doa yang
ke berapa lalu Doa kita dikabulkan Tuhan. Memaafkan memang lebih mudah
diucapkan dibanding diamalkan, namun sudah kah kita mencoba untuk
mengamalkannya sebelum terlalu jauh mengeluhkannya? Allah ga pernah luput dari hamba-Nya,
semoga kita tidak menjadi pribadi paling galau-paling sedih sedunia, sebab
pasti… ada saudara/I kita dibelahan bumi yang berbeda, yang lebih sakit lagi merasakan
kedzholiman yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya.
Apapun itu, semoga jalinan
silaturrahmi kita dengan mereka tidak sampai terputus. Jika dimata kita, dia
adalah orang yang paling menyedihkan sebab tidak mampu menyadari kekurangan
dirinya, maka kita harus mulai belajar memahami bahwa.. dia juga pasti punya
kebaikan hati, punya kelebihan yang mungkin belum disaksikan dan dirasakan oleh
pandangan dan hati kita. Dan bisa jadi, ketika Allah izinkan kita melihat
kelebihan itu, kita justru termotivasi untuk terus belajar dengan meneladani
sisi berbeda dari diri mereka. Who’s
know? Benar sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh at-Thirmidzi yang
poin-nya, Benci Sekedarnya Saja.. Cinta sekedarnya saja.
Sebagai makhluk yang tidak sempurna
dan cinta damai, mari kita ‘coba’ melalui semuanya dengan senyuman. Rasa minder
akibat candaan verbal mungkin sempat merasuki jiwa, tapi sebelum telat.. yuk
mencoba kembali menata pikiran dan hati dengan menyusun kepingan-kepingan
positif. Tanamkan pada hati, yes.. Allah ga mungkin menciptakan saya tanpa
satupun kelebihan. Pasti ada sesuatu yang kita lihai-expert-dan enjoy
menjalaninya. Dari pada terus terusan baper mikirin bully-an mereka, mending
kita alihkan pikiran untuk hal-hal yang positif plus bisa mengembangkan bakat kita bukan?
Jika semua kekurangan saya telah
mereka utarakan, maka cukuplah bibir ini menahan diri untuk melakukan hal yang
serupa. Sebab kita sudah merasakan, “oh.. ternyata tidak enak
rasanya-menyedihkan menjadi bahan bully-an” :’)
Semoga rasa bête kita perlahan
berkurang, dan belajar lebih bijak lagi menanggapi perubahan lingkungan sosial
yang terjadi disekitar kita. Hey semangat, kita punya Allah yang Maha Besar : )
0 komentar