Bersyukur, di Tengah Perihnya Candaan Verbal

by - 5:42 AM

Saya begitu takjub dengan orang-orang baik yang Allah izinkan berkeliaran disekitar saya. Sungguh nikmat Tuhan yang mana lagi yang dapat kita dustakan? Dari seluruh akumulasi dosa yang tidak terhitung lagi, Allah masih izinkan dosa itu tertutup rapat sehingga orang lain nyaman berkawan dengan diri yang lemah ini.
Lebih dari itu, mereka hadir membawa karakternya masing-masing sehingga kita bisa belajar meneladani sisi positif mereka yang terpancar. Tapi bukan hidup namanya jika tanpa up and down. Diantara pribadi yang baik itu, tak ayal ada pula pribadi yang mungkin kadang membuatmu sedih. Entah itu lewat candaan verbal maupun fisik, yang sampai bisa menimbulkan gejala psikis. Ooooops. Okay maafkan saya mulai hyperbola.   
Anggaplah kita adalah korban candaan mereka, saking tersakitinya kita sampai ngomong kayak gini pas dinasehatin untuk tetap sabar. “mereka becanda. Tapi mereka becandanya keterlaluan.“
Well..Itu Normal. Kita kecewa. Kita sedih. Mereka asyik tertawa terpingkal-pingkal hingga hampir hilang keseimbangan sementara disudut ruang yang sama, seseorang tertunduk penuh rendah diri seolah segala kekurangan itu membalut sekujur tubuhnya. Wajar. Wajar kita terluka. Namun, pernahkah kita mencoba memberi sedikiiit saja ruang untuk memahami bahwa, setiap orang disekitar kita masing-masing hadir dengan sebongkah kebaikan dan kelemahan. Bukankah kita pun juga demikian? Tapi mungkin Allah tutupi, tapi mungkin belum kita sadari.
Ya, setiap orang tidak ada yang sempurna. Sepahit dan sesakit apapun, kita boleh terus terang kepada mereka bahwa “ini menyakitkan, ini keterlaluan”. Namun jika tidak ada tanggapan positif, well bersiaplah menjadi sosok yang pemaaf dalam menjalani hari-hari ke depan. Percayalah, ini tidak akan berlangsung lama. Jika candaan tajam itu tidak berhenti, maka mungkin kita yang akan terbiasa dengan sikon (red: situasi dan kondisi) itu hingga akhirnya kita tidak lagi terlalu mempermasalahkan candaannya sebab sudah dianggap biasa ^^v ; atau mungkin kita jadi baper(red: bawa perasaan) dan gak bisa move on lagi untuk berpikir positif. Semua itu kita yang tentukan, mau jadi pemaaf atau pendendam?
Pada awalnya mungkin sukses bikin sedih, jangan pernah berhenti mendoakan kebaikan kepada saudara/I kita. Lalui setiap hari dengan pikiran positif, mungkin mereka belum menyadari bahwa candaan mereka  yang terus berulang itu telah menyakiti hati seseorang, bahwa candaan itu bisa saja berefek panjang dan jadi mengerikan; mungkin saya pernah menyakiti seseorang maka saya harus bermuhasabah (intropeksi diri); mungkin itu cara mereka untuk cepat dekat-akrab dengan orang lain; mungkin Tuhan ingin kita jadi pribadi yang tidak terlalu baper; mungkin ini salah satu ujian kesabaran dari Tuhan, dan saya harus bisa lulus dalam menghadapinya.
Senantiasa terus belajar memperbaiki diri, menjadi lebih baik lagi.  Hiasi diri dengan kebaikan, membalas keburukan dengan kebaikan, agar secara tidak langsung menginspirasi orang lain untuk juga melakukan kebaikan yang serupa. Doakan doakan doakan, sebab kita tidak pernah tahu pada doa yang ke berapa lalu Doa kita dikabulkan Tuhan. Memaafkan memang lebih mudah diucapkan dibanding diamalkan, namun sudah kah kita mencoba untuk mengamalkannya sebelum terlalu jauh mengeluhkannya? Allah ga pernah luput dari hamba-Nya, semoga kita tidak menjadi pribadi paling galau-paling sedih sedunia, sebab pasti… ada saudara/I kita dibelahan bumi yang berbeda, yang lebih sakit lagi merasakan kedzholiman yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya.
Apapun itu, semoga jalinan silaturrahmi kita dengan mereka tidak sampai terputus. Jika dimata kita, dia adalah orang yang paling menyedihkan sebab tidak mampu menyadari kekurangan dirinya, maka kita harus mulai belajar memahami bahwa.. dia juga pasti punya kebaikan hati, punya kelebihan yang mungkin belum disaksikan dan dirasakan oleh pandangan dan hati kita. Dan bisa jadi, ketika Allah izinkan kita melihat kelebihan itu, kita justru termotivasi untuk terus belajar dengan meneladani sisi berbeda dari diri mereka. Who’s know? Benar sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh at-Thirmidzi yang poin-nya, Benci Sekedarnya Saja.. Cinta sekedarnya saja.
Sebagai makhluk yang tidak sempurna dan cinta damai, mari kita ‘coba’ melalui semuanya dengan senyuman. Rasa minder akibat candaan verbal mungkin sempat merasuki jiwa, tapi sebelum telat.. yuk mencoba kembali menata pikiran dan hati dengan menyusun kepingan-kepingan positif. Tanamkan pada hati, yes.. Allah ga mungkin menciptakan saya tanpa satupun kelebihan. Pasti ada sesuatu yang kita lihai-expert-dan enjoy menjalaninya. Dari pada terus terusan baper mikirin bully-an mereka, mending kita alihkan pikiran untuk hal-hal yang positif plus bisa mengembangkan bakat kita bukan?
Jika semua kekurangan saya telah mereka utarakan, maka cukuplah bibir ini menahan diri untuk melakukan hal yang serupa. Sebab kita sudah merasakan, “oh.. ternyata tidak enak rasanya-menyedihkan menjadi bahan bully-an” :’)

Semoga rasa bête kita perlahan berkurang, dan belajar lebih bijak lagi menanggapi perubahan lingkungan sosial yang terjadi disekitar kita. Hey semangat, kita punya Allah yang Maha Besar : ) 

You May Also Like

0 komentar

Entri yang Diunggulkan

Ibrah: Orang-orang Pergi. Apakah Mereka Kembali?

Bismillah. Kepergian itu sulit. Tapi, kehilangan lebih sulit lagi. Mengapa orang-orang harus saling meninggalkan? Jawabannya membawa saya...

Nobody's perfect

Pengikut