Emang kenapa kalo aku "Baperan" ?
Akhir-akhir
ini tak terhitung lagi kaum hawa yang kerap mengungkapkan kegalauannya akan
status single yang masih dijalaninya.
Liat teman lamaran, baper. Liat teman married,
baper. Liat teman ngelahirin, baper. Semuanya
pada baper. Hingga tak jarang segala hal yang melingkupi hidup, jadi sasaran
ke-baper-an yang berkelanjutan. Misalnya liar hujan, baper. Liat sepasang
burung beterbangan, baper. Sampai bahan kuliah pun nyaris dijadiin celetukan
buat ngedukung ke-baper-an fatal ini. Liat interaksi gen yang intens antara
bakteri E.Coli dan Shigella yang menghasilkan E.Coli dengan toxic khas dari Shigella
(disebut shiga-like-toxin/STEC), misalnya.
Huft.
Jika ditelusuri,
semua itu datang dari kondisi hati yang lemah dan tak mampu untuk bergerak atau
mengalihkan perhatian kepada hal yang lebih bermanfaat. Well, ga papa sih kalo
liat temen married, kita juga malah
berpikiran ‘kok gue belum?’ . Bisa aja kan jadi bahan muhasabah buat nyari
calon misalnya, buat menyegerakan misalnya. Namun kalo semua hal jadi sasaran
kebaperan, rasanya tanpa sadar bakal bikin hidup kita ga produktif. Hal ini
menjangkau baper yang ga ditindaklanjuti dengan aksi nyata loh ya, misalnya
lagi nih.. baper liat teman yang dapat nilai ujian tinggi tapi kita ga ada
usaha untuk belajar keras serta berdoa yang kuat. Waktu yang sejatinya bisa
dimanfaatkan untuk mendalami ilmu yang diperoleh dari sekolah, waktu untuk
mengembangkan diri, buat bergaul, buat ngerjain tugas, malah digunakan secara
berlebihan untuk nge-stalk akun para
selebriti lokal dan mancanegara yang baru saja melangsungkan pernikahan,
digunakan untuk dengerin lagu galau, digunakan untuk chit-chat yang
ujung-ujungnya bikin baper, atau digunakan untuk mengkhayalkan pujaan hati masa
depan yang hilal-nya pun mungkin belum kelihatan.
Melihat
hal yang tragis itu nampaknya harus membuat kita lebih berpikir kritis. Sebenarnya
apa sih untung-nya kalo semua hal dikit-dikit di-baper-in? Apakah memang benar kita merasa sudah merasa siap untuk
memiliki pasangan? Apakah benar kita merasa sudah siap lahir batin melangkah ke
jenjang pernikahan? Kedua pertanyaan ini patut untuk direnungi, karena kalo pun
kita ragu untuk menjawabnya. Maka... sudah sepantasnya sebelum dengan lantang
mengatakan “iya.. saya sudah siap”, kita berupaya dengan maksimal untuk
mempersiapkan diri menghadapinya, sambil memanjatkan doa tiada henti tentunya. Selain
itu.. ga ada jaminan kita bisa hidup hingga tua, sehingga lucu jika sebagian
besar waktu digunakan “hanya” untuk memikirkan dan mengkhayalkan calon pasangan
hidup, sementara kita lupa untuk mempersiapkan diri untuk kematian yang bisa
datang kapan saja.
Hal kedua
yang patut direnungi adalah kesyukuran kita akan apa yang telah kita miliki. Ga
jarang perasaan “ingin” juga menghinggapi mereka yang sudah cukup umur (untuk
menikah), yang tanpa sengaja atau bahkan
sengaja melihat dua sejoli sedang berduaan. Tanyakan kepada hati kecil kita,
apakah benar kita sebegitu kesepiannya? Sebegitu risaunya? Bahkan ketika hujan
datang, kita ikutan galau.. padahal hujan adalah salah satu waktu mustajab
untuk memperbanyak doa, bukan untuk bengong memikirkan masa lalu ^____^. Jika
memang Allah belum hadirkan orang yang
kita impikan, bukan berarti kita menjadi
sebegitu lemahnya melihat realita. Allah memang belum hadirkan sosok yang kita
impikan, namun Allah hadirkan sekumpulan teman dengan karakter yang
berbeda-beda, yang kehadirannya justru sepantasnya perlu kita syukuri. Sebab mungkin
ada-ada saja orang diluar sana belum seberuntung kita, yang dikelilingi oleh
banyak sahabat yang mau berteman dan menerima kita apa adanya, yang memiliki
segudang prestasi, akhlak yang baik, yang justru dapat memacu kita untuk meneladani. Subhanallah .. maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu
dustakan? [1]
Hal ketiga
yang patut disyukuri adalah kesyukuran kita akan kedua orang tua yang selalu
ada disisi. Ga peduli seberapa dalam kita terjatuh, orang tua selalu siap sedia
mengulurkan tangannya. Sekalipun seisi dunia mencecar dan menilai kita semau
mereka. Sehingga jika kita masih kelewat baper kepingin punya seseorang yang
memahami dan menerima kita tanpa syarat, atau bahkan sekedar memiliki seseorang
yang senantiasa menanyakan kabar dan aktivitas kita secara runut dalam satu
hari, maka perlu dipertanyakan terlebih dahulu kesyukuran kita akan kedua orang
tua kita. Sebelum bermimpi memiliki orang yang selalu perhatian akan segudang
kegiatan-kondisi kesehatan kita, maka alangkah bijaksananya jika terlebih
dahulu kita memperhatikan mereka yang sudah lebih dulu ada dan senantiasa ada saat kita drop karena segudang aktivitas. Sedih rasanya jika kita justru
terlalu baper tentang itu, sementara ada orang tua yang sudah sepantasnya kita
bahagiakan, sudah sepantasnya menjadi orang-orang spesial yang antusias kita
tanyakan kabarnya.. keadaannya.. dan suasana hatinya. Apalagi mendekati dan menyenangkan
hati orang tua merupakan salah satu upaya kita untuk menjadi anak berbakti
kepadanya.
Berikut adalah hadits dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu
‘anhu. Beliau mengatakan,
“Aku bertanya pada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah ‘azza
wa jalla?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
‘Shalat pada waktunya’. Lalu aku bertanya, ‘Kemudian apa lagi?’
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Kemudian
berbakti kepada kedua orang tua.’ Lalu aku mengatakan, ‘Kemudian
apa lagi?’ Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
‘Berjihad di jalan Allah’.
Lalu Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan
hal-hal tadi kepadaku. Seandainya aku bertanya lagi, pasti beliau akan
menambahkan (jawabannya).” (HR. Bukhari dan Muslim) [2]
Dari Thaisalah bin Mayyas, ia berkata bahwa
Ibnu Umar pernah bertanya,
“Apakah
engkau takut masuk neraka dan ingin masuk surga?” ”Ya, saya ingin”, jawabku. Beliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu
masih hidup?” “Saya masih memiliki seorang ibu”, jawabku. Beliau berkata, “Demi Allah, sekiranya engkau
berlemah lembut dalam bertutur kepadanya dan memasakkan makanan baginya,
sungguh engkau akan masuk surga selama engkau menjauhi dosa-dosa besar.”(Adabul Mufrod no.
8. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih) [2]
Bukankah
berbakti kepada orang tua adalah salah satu amalan yang dapat memasukkan kita
ke dalam syurga? Sungguh salah satu jalur menuju syurga yang sangat perlu kita
pertimbangkan untuk dimaksimalkan.
Maka saudariku... mungkin baper-baper tersebut
sebagian besar nyaris menyuramkan hari kita yang cerah dan penuh harapan. Maka baper
kita alangkah baiknya jika dialihkan kepada serangkaian hal yang bisa bikin
kita jadi lebih baik. Jikalah belum tiba saatnya kita menjadi istri sholehah,
maka marilah dulu kita belajar menjadi anak sholehah. Jikalah belum tiba
saatnya kita menguatkan hati orang yang kita cintai, maka marilah kita dulu
belajar memahami dan menjadi partner
terbaik untuk sahabat-sahabat terbaik yang Allah hadiahkan kepada kita. Jikalah
belum nampak hilal calon pendamping hidup, maka marilah dulu memperbaiki dan mempersiapkan diri, sembari
juga mengumpulkan bekal oleh tamu yang memutus kelezatan hidup ini, kematian. Dan
jikalah belum tiba saatnya kita disibukkan oleh aktivitas sebagai matahari pagi
bagi keluarga kecil kita kelak, maka marilah dulu kita berupaya keras untuk
mengisi masa muda dengan banyak hal yang mampu memberi dampak positif, bukan
hanya bagi diri sendiri tapi juga kepada orang-orang disekitar kita. Ingat janji
Allah, wanita baik-baik untuk lelaki baik-baik ( : [3] Dan.. apa yang sudah
ditakdirkan untuk menjadi milik kita, pasti akan menjadi milik kita. Lalu.. apa
lagi yang perlu kita risaukan ? ( :
Well girls,
semoga tulisan ini menguatkanmu (dan diriku)
untuk mengelola baper kepada hal-hal yang dapat memicu produktivitas
masa muda kita. Terus berusaha, terus berdoa. Bukan berdiam, bukan meratapi
keadaan, bukan menunggu keajaiban. Semangat, kamu ga berjuang sendirian.
[1] Quran:Ar-Rahman:18
[2] rumaysho.com
[3] Quran:An-Nuur:26author by: khofiyaa rizki
0 komentar