Emang kenapa kalo aku "Baperan" ?

by - 1:20 AM

Akhir-akhir ini tak terhitung lagi kaum hawa yang kerap mengungkapkan kegalauannya akan status single yang masih dijalaninya. Liat teman lamaran, baper. Liat teman married, baper. Liat teman ngelahirin, baper. Semuanya pada baper. Hingga tak jarang segala hal yang melingkupi hidup, jadi sasaran ke-baper-an yang berkelanjutan. Misalnya liar hujan, baper. Liat sepasang burung beterbangan, baper. Sampai bahan kuliah pun nyaris dijadiin celetukan buat ngedukung ke-baper-an fatal ini. Liat interaksi gen yang intens antara bakteri E.Coli dan Shigella  yang menghasilkan E.Coli dengan toxic khas dari Shigella (disebut shiga-like-toxin/STEC), misalnya. Huft.
Jika ditelusuri, semua itu datang dari kondisi hati yang lemah dan tak mampu untuk bergerak atau mengalihkan perhatian kepada hal yang lebih bermanfaat. Well, ga papa sih kalo liat temen married, kita juga malah berpikiran ‘kok gue belum?’ . Bisa aja kan jadi bahan muhasabah buat nyari calon misalnya, buat menyegerakan misalnya. Namun kalo semua hal jadi sasaran kebaperan, rasanya tanpa sadar bakal bikin hidup kita ga produktif. Hal ini menjangkau baper yang ga ditindaklanjuti dengan aksi nyata loh ya, misalnya lagi nih.. baper liat teman yang dapat nilai ujian tinggi tapi kita ga ada usaha untuk belajar keras serta berdoa yang kuat. Waktu yang sejatinya bisa dimanfaatkan untuk mendalami ilmu yang diperoleh dari sekolah, waktu untuk mengembangkan diri, buat bergaul, buat ngerjain tugas, malah digunakan secara berlebihan untuk nge-stalk akun para selebriti lokal dan mancanegara yang baru saja melangsungkan pernikahan, digunakan untuk dengerin lagu galau, digunakan untuk chit-chat yang ujung-ujungnya bikin baper, atau digunakan untuk mengkhayalkan pujaan hati masa depan yang hilal-nya pun mungkin belum kelihatan.
Melihat hal yang tragis itu nampaknya harus membuat kita lebih berpikir kritis. Sebenarnya apa sih untung-nya kalo semua hal dikit-dikit di-baper-in? Apakah memang  benar kita merasa sudah merasa siap untuk memiliki pasangan? Apakah benar kita merasa sudah siap lahir batin melangkah ke jenjang pernikahan? Kedua pertanyaan ini patut untuk direnungi, karena kalo pun kita ragu untuk menjawabnya. Maka... sudah sepantasnya sebelum dengan lantang mengatakan “iya.. saya sudah siap”, kita berupaya dengan maksimal untuk mempersiapkan diri menghadapinya, sambil memanjatkan doa tiada henti tentunya. Selain itu.. ga ada jaminan kita bisa hidup hingga tua, sehingga lucu jika sebagian besar waktu digunakan “hanya” untuk memikirkan dan mengkhayalkan calon pasangan hidup, sementara kita lupa untuk mempersiapkan diri untuk kematian yang bisa datang kapan saja.
Hal kedua yang patut direnungi adalah kesyukuran kita akan apa yang telah kita miliki. Ga jarang perasaan “ingin” juga menghinggapi mereka yang sudah cukup umur (untuk menikah),  yang tanpa sengaja atau bahkan sengaja melihat dua sejoli sedang berduaan. Tanyakan kepada hati kecil kita, apakah benar kita sebegitu kesepiannya? Sebegitu risaunya? Bahkan ketika hujan datang, kita ikutan galau.. padahal hujan adalah salah satu waktu mustajab untuk memperbanyak doa, bukan untuk bengong memikirkan masa lalu ^____^. Jika memang  Allah belum hadirkan orang yang kita impikan, bukan berarti kita  menjadi sebegitu lemahnya melihat realita. Allah memang belum hadirkan sosok yang kita impikan, namun Allah hadirkan sekumpulan teman dengan karakter yang berbeda-beda, yang kehadirannya justru sepantasnya perlu kita syukuri. Sebab mungkin ada-ada saja orang diluar sana belum seberuntung kita, yang dikelilingi oleh banyak sahabat yang mau berteman dan menerima kita apa adanya, yang memiliki segudang prestasi, akhlak yang baik, yang justru dapat  memacu kita untuk meneladani. Subhanallah .. maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? [1]
Hal ketiga yang patut disyukuri adalah kesyukuran kita akan kedua orang tua yang selalu ada disisi. Ga peduli seberapa dalam kita terjatuh, orang tua selalu siap sedia mengulurkan tangannya. Sekalipun seisi dunia mencecar dan menilai kita semau mereka. Sehingga jika kita masih kelewat baper kepingin punya seseorang yang memahami dan menerima kita tanpa syarat, atau bahkan sekedar memiliki seseorang yang senantiasa menanyakan kabar dan aktivitas kita secara runut dalam satu hari, maka perlu dipertanyakan terlebih dahulu kesyukuran kita akan kedua orang tua kita. Sebelum bermimpi memiliki orang yang selalu perhatian akan segudang kegiatan-kondisi kesehatan kita, maka alangkah bijaksananya jika terlebih dahulu kita memperhatikan mereka yang sudah lebih dulu ada dan  senantiasa ada saat kita drop karena segudang aktivitas. Sedih rasanya jika kita justru terlalu baper tentang itu, sementara ada orang tua yang sudah sepantasnya kita bahagiakan, sudah sepantasnya menjadi orang-orang spesial yang antusias kita tanyakan kabarnya.. keadaannya.. dan suasana hatinya. Apalagi mendekati dan menyenangkan hati orang tua merupakan salah satu upaya kita untuk menjadi anak berbakti kepadanya.
Berikut adalah hadits dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan,
 “Aku bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah ‘azza wa jalla?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya’. Lalu aku bertanya, ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Kemudian berbakti kepada kedua orang tua.’ Lalu aku mengatakan, ‘Kemudian apa lagi?’ Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Berjihad di jalan Allah’.
Lalu Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan hal-hal tadi kepadaku. Seandainya aku bertanya lagi, pasti beliau akan menambahkan (jawabannya).” (HR. Bukhari dan Muslim)  [2]
Dari Thaisalah bin Mayyas,  ia berkata bahwa Ibnu Umar pernah bertanya,
 “Apakah engkau takut masuk neraka dan ingin masuk surga?” ”Ya, saya ingin”, jawabkuBeliau bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” “Saya masih memiliki seorang ibu”, jawabkuBeliau berkata, “Demi Allah, sekiranya engkau berlemah lembut dalam bertutur kepadanya dan memasakkan makanan baginya, sungguh engkau akan masuk surga selama engkau menjauhi dosa-dosa besar.”(Adabul Mufrod no. 8. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih) [2]
Bukankah berbakti kepada orang tua adalah salah satu amalan yang dapat memasukkan kita ke dalam syurga? Sungguh salah satu jalur menuju syurga yang sangat perlu kita pertimbangkan untuk dimaksimalkan.
Maka saudariku... mungkin baper-baper tersebut sebagian besar nyaris menyuramkan hari kita yang cerah dan penuh harapan. Maka baper kita alangkah baiknya jika dialihkan kepada serangkaian hal yang bisa bikin kita jadi lebih baik. Jikalah belum tiba saatnya kita menjadi istri sholehah, maka marilah dulu kita belajar menjadi anak sholehah. Jikalah belum tiba saatnya kita menguatkan hati orang yang kita cintai, maka marilah kita dulu belajar memahami dan menjadi partner terbaik untuk sahabat-sahabat terbaik yang Allah hadiahkan kepada kita. Jikalah belum nampak hilal calon pendamping hidup, maka marilah dulu  memperbaiki dan mempersiapkan diri, sembari juga mengumpulkan bekal oleh tamu yang memutus kelezatan hidup ini, kematian. Dan jikalah belum tiba saatnya kita disibukkan oleh aktivitas sebagai matahari pagi bagi keluarga kecil kita kelak, maka marilah dulu kita berupaya keras untuk mengisi masa muda dengan banyak hal yang mampu memberi dampak positif, bukan hanya bagi diri sendiri tapi juga kepada orang-orang disekitar kita. Ingat janji Allah, wanita baik-baik untuk lelaki baik-baik ( : [3] Dan.. apa yang sudah ditakdirkan untuk menjadi milik kita, pasti akan menjadi milik kita. Lalu.. apa lagi yang perlu kita risaukan  ? ( :
Well girls, semoga tulisan ini menguatkanmu (dan diriku)  untuk mengelola baper kepada hal-hal yang dapat memicu produktivitas masa muda kita. Terus berusaha, terus berdoa. Bukan berdiam, bukan meratapi keadaan, bukan menunggu keajaiban. Semangat, kamu ga berjuang sendirian.
[1] Quran:Ar-Rahman:18
[2] rumaysho.com
[3] Quran:An-Nuur:26

author by: khofiyaa rizki

You May Also Like

0 komentar

Entri yang Diunggulkan

Ibrah: Orang-orang Pergi. Apakah Mereka Kembali?

Bismillah. Kepergian itu sulit. Tapi, kehilangan lebih sulit lagi. Mengapa orang-orang harus saling meninggalkan? Jawabannya membawa saya...

Nobody's perfect

Pengikut