Memeluk Matahari | Episode 3 | Fictioong

by - 11:19 PM


B E R T A H A N

Firda terus asyik dengan excelnya dan satu sheet terakhir pun telah selesai dikerjakan. “Kelaaar ” tambah Firda tiba-tiba memecah keheningan.
“Yuk bergegas, jangan lupa beberes dulu ya” Terang Santi
“Oke bu” Jawab para karyawan bersamaan.

Tepat pukul 21.00 Firda tiba di kosannya. Tidak besar, namun cukup layak untuk menemani masa istirahat Firda yang kadang jenuh dengan urusan biji kakao.

“Alamaak udah menggunung aja pakaian ini, besok abis shalat subuh kudu dieksekusi nih” ujar Firda yang disibukkan pakaian kotornya.  Menyortir pakaian kotor adalah salah satu aktivitas wajibnya sebelum tidur. Dia harus sedisiplin itu.


Alarm berdendang dari handphone mungil Firda berkokok rasanya kian cepat, dengan terkantuk-kantuk ia bergegas meninggalkan tempat ternyamannya. Gemericik air wudhu membasahi satu per satu bagian tubuhnya, perlahan hilangkan kantuk yang merajai batinnya. Semua memang harus diperjuangkan, termasuk berduaan dengan Tuhan di sepertiga malam. Firda sadar betul, terlalu banyak hal yang ingin dicapainya.

“...kuatkanlah hamba ya Allah, dan tetapkan lah hati ini jika benar bahwa lingkungan ini mampu membuat hamba menjadi lebih baik...” ucap Firda.

Itu adalah sebagian kecil dari banyaknya list permintaan yang dicatatnya. Bagaimana tidak, setiap hari dia harus berjibaku melalui rutinitas kantor yang disadarinya sangat menyita banyak waktunya. Pada akhirnya dia hanya bisa mencoba lebih menikmati pekerjaannya hingga hatinya benar-benar jauh dari kegamangan.

***
“Gennngennngenggg“ suara motor Firda memecah keheningan kantor Purwobarokah yang masih sunyi dari karyawan. Sebagian besar karyawan nampaknya dijadwalkan masuk lebih siang demi menebus mengistirahatkan tubuh yang terkuras hingga malam hampir larut, namun tentu itu tidak berlaku bagi Firda.

Perlahan ia menyusuri trotoar kantornya yang dihiasi tanaman melati di sisi kanan kirinya. Lumayan memperbaiki mood, hingga radar pendengarannya mencapai dialog yang nampak tengah dirahasiakan.
“Ia Ben, Genta sepertinya tak akan lama lagi disini. Sepertinya ia tak sanggup bertahan dengan atmosfer divisi Quality control yang cukup keras” ujar Romi

“Ah. kamu tau dari mana? wong kemarin Genta masih lembur kok” tanya Luki tak percaya

“Ya bener toh, semalam tuh dia udah membulatkan tekad untuk menghadap bu Santi. Kasian tim QC bakalan ditinggal personil saat sedang sibuk-sibuknya. Kudu cari  pengganti yang baru dan pekerja keras lagi.” tegas Romi

Pembicaraan tentang resign, menjadi hal yang biasa didengar Firda. Betapa tidak, hampir setiap bulan selalu ada karyawan yang memutuskan untuk pamit undur diri.
Langkah kaki Firda pun sampai di lobi kantor. Disana sudah ada Fika, asisten bos QC yang tengah asik memandangi laporan bulanan.

“Pagi mba Fika, belum jam 8 udah di kantor aja mba” sapa Firda

“Hehehe.. harus semangat dong,  kerjanya jam 8 so sebelum bel berbunyi memang sudah harus kita ada disini, da”

Firda melemaskan seluruh badannya di sofa berwarna beludru, tepat disamping Fika.

“kenapa kamu da?”

“Mba Fika udah lumayan lama kan kerja disini? kayaknya udah hampir 3 tahunan.. Apa sih yang membuat mba sanggup bertahan dengan iklim kerja yang ya... mba udah tahu sendiri kan?”

Mba Fika tiba-tiba menutup bunder laporan yang dipandanginya. Seolah antusias dan paham dengan kegamangan yang Firda.

“Gini loh da. Kalau dibilang ngeluh hingga nyaris pengen resign.. mba ga munafik ya. Jelas mengeluh karena kelelahan itu pernah mba rasakan. Tapi mba ga berlama-lama meratapinya. Kita kadang perlu merenungkan bahwa... ‘terjebak’ bisa jadi sebuah kesempatan bagi kita untuk berkembang. Kamu perlu memikirkan itu da. Setiap orang memang punya pilihan. tapi jangan sampai gegabah” ucap mba Fika yang kemudian asik lagi dengan bundel laporannya.

Firda terdiam mencerna kalimat Fika, “kesempatan untuk berkembang.. hmm sepertinya patut untuk dicoba..” ucap Firda membatin.

Jika melihat mba Fika, memang dia sangat tangguh. Pulangnya kadang lebih lama darinya, namun menjadi yang paling pagi datang ke kantor. Belum lagi tugasnya yang banyak mulai dari memastikan laporan bulanan yang Firda buat itu jauh dari kesalahan, mengoordinir para analis, hingga pada urusan beli membeli bahan dan peralatan lab. Semua bisa dilakoninya dengan kesalahan yang minim. Heran deh., padahal dia pintar dan masih muda. Kalau dia mau, bisa saja beralih pada perusahaan lain.

“Mba bahagia?” tanya Firda

“Iya alhamdulillah, kalau senang disyukuri.. kalau susah ya disabar-sabarkan. Kalau dihitung-hitung, rasanya hikmah dari kelelahan yang mba rasakan itu jauh lebih besar da. Mungkin orang lain melihat mba bisa melalui semua pekerjaan ini dengan baik, tapi kadang mba juga rapuh. Tapi disisi lain mba jadi belajar banyak tentang manajemen, tentang lab dan pengawasan mutu bahan baku serta produk, cara berkolega dengan pejabat perusahaan, dan masih banyak lagi. Ya itulah Maha Baiknya Allah. Kadang kita terlalu fokus dengan hal yang tidak mengenakkan bagi kita”

“Udah ya da, mba mau masuk dulu. Semangat, mba yakin kamu bisa belajar banyak disini. Memang harus sabar dulu..” terang mba Fika sembari mengangkut tas ransel merahnya

“Iya mba, makasih loh” jawab Firda setengah berteriak.

Mungkin ini jawaban yang Firda tunggu, sebuah kekuatan yang mampu menguatkan batinnya. Matahari terlalu sulit untuk dipandang apalagi didekap. Begitupun dengan kepayahan serta kesulitan yang dilalui Firda. Tapi jika itu mustahil untuk dilalui.. akankah Firda cukup tangguh dan optimis untuk setidaknya mencoba bertahan?

----B E R S A M B U N Guuuuuyss---
#ODOPBatch7
#OneDayOnePost
mohon masukannya kakak-kakak :) terima kasyiiihww
Baca episode 1 Disini
Baca episode 2 Disini


You May Also Like

7 komentar

Blog Archive

Entri yang Diunggulkan

Ibrah: Orang-orang Pergi. Apakah Mereka Kembali?

Bismillah. Kepergian itu sulit. Tapi, kehilangan lebih sulit lagi. Mengapa orang-orang harus saling meninggalkan? Jawabannya membawa saya...

Nobody's perfect

Pengikut