Part. 2 Materi OP3M XX (Orientasi Pengembangan Pola Pikir Mahasiswa ke-XX) Himatepa UH
Landasan Berpikir Benar
Kanda Husni –
ex. KMJ TP UH, ex. DPA TP UH, HMI, ex. BEM FAPERTA UH
Benar itu tidak mutlak jika Benar itu menuntut kesepakatan. Jadi, benar adalah jika fakta/realita dan pemikiran berbanding lurus. Berpikir adalah proses kerja akal. Akal itu pembahasannya adalah filsafat, sedangkan otak pembahasannya ilmiah. Akal itu ada dimana-mana, tergantung kita menggunakannya. Untuk melihat, maka akal kita memfungsikan indra penglihatan.
Berfikir itu dilakukan jika kita sedang ada masalah dan karena keinginan. Tidak ada sesuatu yang dimulai dari ketidaktahuan. Mustahil jika dimulai dari ketidaktahuan karena prosesnya adalah;
Tahuà Tidak Tahuà Tahu
Misalnya nih, sebuah pulpen. Kita tidak benar-benar tidak tahu apa itu pulpen, karena setidaknya kita tahu kalo pulpen itu terdiri dari tinta. Jadi, proses tahu dari ketidaktahuan itu hanyalah proses pengingatan kembali.
Menurut Socrates, hidup berawal dari keragu-raguan. Aristoteles berkata bahwa “tahu akan sesuatu” itu sebenarnya sudah ada dari diri kita termasuk pengetahuan tentang logika formal/metafisika dan lain-lain. Jadi, proses pemahaman yang sebenarnya telah ada di kepala kita.
Filsafat Manusia
Kanda Anugrah–FKM UH, member HMI
Secara etimologis, filsafat berasal dari bahasa Yunani yakni philo berarti cinta dan sofia berarti bijaksana. Dapat disimpulkan bahwa filsafat adalah cinta akan kebijaksanaan, mencari kebenaran hingga ke akar-akarnya. Filsafat dikaji secara sistematis, universal, objektif, dan radikal.
Filsafat manusia berarti berfilsafat tentang manusia. Manusia itu monodualistik tapi punya dua esensi yaitu ruh (suci) dan materi (kotor). Contoh kasus yang disebabkan oleh manusia adalah korupsi, tawuran, dan lain-lain.
Ruh manusia harus menguasai materi, bukan materi yang menguasai ruh. Karena jika materi yang berkuasa, maka pasti manusia akan bersifat seperti binatang
Ruh - - > Jiwa (menggunakan indra)
l
v
akal (terbatas)
Secara potensi, akal manusia tidak terbatas tapi persoalannya tergantung bagaimana cara manusia menggunakan akalnya itu. Kebaikan sesuai dengan ruhani, karena jika tidak maka terjadilah kejahatan seperti korupsi dan lain-lain. Untuk mengaplikasikan apa yang ditangkap oleh indra, maka digunakanlah akal. Jika sesuatu hanya ditangkap indra tanpa diaplikasikan, maka akal itu terbatas. Manusia dan binatang itu sama, sama-sama butuh makan, minum, tidu, dan lain-lain. Namun, akal punya nalar. Betul binatang mampu mengetahui kalo gunung itu akan meletus karena dia pakai insting. Manusia mampu memakai akal/nalarnya untuk perkembangan dirinya, tidak untuk binatang. Kebahagiaan itu keadaan saat kita mempersepsikan akal kita pada segala sesuatu, dan menjadikannya hal positif.
Jadi, mengerjakan sesuatu yang lebih dari yang hewan lakukan seperti makan, minum, dan tidur, maka itulah manusia, yaitu manusia yang mampu memfungsikan nalarnya untuk hal-hal positif.
Pan Freel bilang….
Kesadaran manusia itu,
- Mistis
Segala sesuatu/fenomena diserahkan ke abstrak/takhayul/Allah. Contohnya, penyebab saya ngantuk mungkin karena diganggu setan.
- Naif
Selalu menyalahkan korban-korban. Contohnya, Korban itu meninggal karena memang tempat tinggal mereka rawan bencana.
- Kritis
Ditinjau dari berbagai aspek. Jadi, manusia harus kritis/intelek. Misalnya, penyebab pertanian down, selain kita melihat dari aspek pemerintah, kita juga harus melhat dari aspek lain, misalnua dari daya saing, dan lain-lain.
Antonie G.J bilang…
Intelektual itu ada 2 yaitu;
1. Intelektual mekanik
Pengetahuan digunakan untuk hal-hal negatif
2. Intelektual organik (mekanik)
Tidak memikirkan individu/diri sendiri tapi memikirkan banyak orang. Jika apatis terhadap orang banyak, maka dikatakan dosa sosial. Dapat dikatakan manusia itu kena azab/bencana karena keapatisannya terhadap banyak orang/sekelilingnya.
Ali Syaryati bilang…
Intelek itu ada 2 yaitu;
1. Intelek mengenal
Misalnya, dia cuma tahu kalo suatu hal itu salah, cukup sampai disitu tidak ada aplikasi. Kadang cuma menyentuh, namun tidak menggerakkan jiwa.
2. Intelek memahami
Dia tahu, dan ada aplikasinya.
Manusia dikasi’ wujud oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Diberi fitrah kebaikan, nyaris sempurna. Nah, ketika nalarnya tidak dipakai dia bisa jauh lebih sangar dibanding binatang. Manusia harus masuk ke ego semesta, bukan ego diri. Manusia harus berpihak pada kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan. Sehingga haruslah konsisten terhadap ketiganya agar tidak terucap pada manusiaa à “sempurna lebinatangannya”.
Wallahu’alam J
0 komentar