Bukan Sekedar Belajar

by - 1:06 AM


Jika diperhatikan pada beberapa waktu terakhir, tak sedikit orang-orang disekitar kita yang mulai memutuskan untuk berhijrah -menjadi lebih baik-. Tanda nyata bisa dilihat dari cara berpakaiannya. Baju yang tadinya ketat kini menjadi longgar, celana yang tadinya masih membentuk lekukan tubuh telah berganti dengan gamis juga rok yang mengembang, jilbab yang tadinya terlihat sebagai pembungkus kepala kini sudah menunaikan fungsinya sebagai penutup kepala. Bahkan taklim-taklim pekanan terlebih seputar muslimah kini mulai digandrungi banyak akhwaat.

Tentu saja ini adalah perubahan yang sangat positif dan semoga menjadi tanda akan kebangkitan Islam, aamiin. Namun hijrah kita tidak boleh berhenti dari sekedar mengganti pakaian menjadi lebih syar’i. Lebih dari itu diperlukan muatan ilmu agama sesuai pemahaman shalafush shalih yang sesuai al-Qur’an  dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ya, kita harus belajar ilmu agama agar tidak salah dalam beribadah kepada Allah juga dalam bermuamalah dengan makhluk-Nya. Sebagaimana hadist Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224- (1))

 Dan yang lebih pentingnya lagi adalah pengamalan dari ilmu agama yang kita pelajari, dimulai dari diri kita sendiri. Ciri khas seseorang yang baru belajar agama terlihat dari keinginannya untuk langsung mengamalkan semua ilmu yang diperolehnya, ingin langsung mendakwahkan semua kebenaran yang diperolehnya. Namun mari kita (aku dan kamu) mulai belajar mengamalkannya satu per satu sesuai kemampuan kita. Sedikit sedikit tapi kontinyu jauh lebih baik dari pada perubahan sekaligus namun tidak berbekas pada keseharian kita jangka panjang.  Dari ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun sedikit
(HR. Muslim)
Aisyah lalu berkeinginan keras merutinkan ketika akan melakukan suatu amalan (2)

Tak jarang pula ilmu agama yang kita miliki justru tanpa sadar membuat kita semakin sombong, merasa yang paling alim hingga membuat kita lupa mengamalkannya. Wa na’udzu billah. Maka kembalikan lagi, apa sebenarnya niat kita belajar ilmu agama. Bukankah untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan menjadi hamba yang sholeh dihadapan Allah?

Sungguh sedih apabila ilmu agama yang kita pelajari tidak mampu memberikan perubahan positif dalam pola pikir, lisan, serta tindakan kita. (mungkin) Ada yang jilbabnya besar namun pedas lisannya, juga (mungkin) ada yang hijrahnya hanya disibukkan untuk melengkapi koleksi gamis dan hijab syar’inya. Hal ini menjadi fenomena penting yang perlu disikapi dengan bijak oleh setiap penuntut ilmu yang mendambakan perubahan yang lebih baik.

Hijrah dari segi pakaian adalah yang paling terluar, yang bisa dilihat langsung oleh semua orang. Penting dan wajib, namun tidak boleh terhenti disana. Lebih dari itu hati kita pun perlu hijrah dari sifat-sifat yang buruk seperti ghibah, hasad, gampang marah, boros, dan lain sebagainya. Jika hati baik, maka insya Allah akan memberikan imbas positif pada lisan-pikiran-juga tingkah lakunya. Maka menjadi penting untuk selalu meluruskan niat kita dalam menuntut ilmu agama.

 Bukankah ilmu dipelajari untuk diamalkan? Bukankah amalan pula yang membedakan seorang yang belajar dan yang tidak belajar?

http://fajrifm.com

Maka dari besarnya godaan nafsu duniawi, kita perlu memohon kekuatan kepada Allah dari niat yang mudah berubah-ubah, dari kesombongan yang boleh jadi hadir tanpa kita sadari, serta memohon agar senantiasa memiliki teman-teman sholehah yang senantiasa mengingatkan ketika salah dan terus menguatkan untuk istiqamah.

Merawat semangat untuk mengamalkan ilmu agama adalah hal penting dalam mengiringi hijrah kita yang sebenarnya. Bukankah begitu banyak orang yang lalu memutuskan masuk Islam karena jatuh cinta dengan akhlak mulia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam? Masyaa Allah, kita memang tidak bisa 100% menyamai Nabi. Namun darinya kita belajar, bahwa salah satu metode dakwah terbaik adalah dengan mencontohkannya sendiri lewat tindakan kita. Bukan tidak mungkin kan, kelak akan banyak orang yang tertarik belajar ilmu agama sebab terpukau dengan akhlak kita? Masyaa Allah, sebuah bekal amal jariyah yang luar biasa.

Semoga Allah selalu kuatkan hati kita untuk istiqamah dijalanNya hingga akhir. Aamiin.


Keterangan
(1)  Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya wajib atas setiap muslim, bukan bagi sebagian orang muslim saja. Lalu, “ilmu” apakah yang dimaksud dalam hadits ini? Penting untuk diketahui bahwa ketika Allah Ta’ala atau Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kata “ilmu” saja dalam Al Qur’an atau As-Sunnah, maka ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’i (ilmu agama), termasuk kata “ilmu” yang terdapat dalam hadits di atas.
Sebagai contoh, berkaitan dengan firman Allah Ta’ala,
“Dan katakanlah,‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’“. (QS. Thaaha [20] : 114)

maka Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata,
“Firman Allah Ta’ala (yang artinya),’Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’ mengandung dalil yang tegas tentang keutamaan ilmu. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta tambahan sesuatu kecuali (tambahan) ilmu. Adapun yang dimaksud dengan (kata) ilmu di sini adalah ilmu syar’i. Yaitu ilmu yang akan menjadikan seorang mukallaf mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifatNya, hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan”. (Fathul Baari, 1/92)




(2) HR. Muslim no. 783, Kitab shalat para musafir dan qasharnya, Bab Keutamaan amalan shalat malam yang kontinu dan amalan lainnya

You May Also Like

0 komentar

Blog Archive

Entri yang Diunggulkan

Ibrah: Orang-orang Pergi. Apakah Mereka Kembali?

Bismillah. Kepergian itu sulit. Tapi, kehilangan lebih sulit lagi. Mengapa orang-orang harus saling meninggalkan? Jawabannya membawa saya...

Nobody's perfect

Pengikut